Tuesday, December 28, 2010

Kawan, kita sebaya. Hanya bulan yang membedakan usia. Kita tumbuh di tengah sebuah generasi dimana tawa bersama itu sangat langka. Kaki kita menapaki jalan panjang dengan langkah payah menyeret sejuta beban yang seringkali bukan urusan kita. Kita disibukkan dengan beragam masalah yang sialnya juga bukan urusan kita. Kita adalah anak-anak muda yang dipaksa tua oleh televisi yang tiada henti mengabarkan kebencian. Sementara adik-adik kita tidak tumbuh sebagaimana mestinya, narkoba politik uang membunuh nurani mereka. Orang tua, pendahulu kita dan mereka yang memegang tampuk kekuasaan adalah generasi gagal. Suatu generasi yang hidup dalam bayang-bayang rencana yang mereka khianati sendiri. Kawan, akankah kita berhenti lantas mengorbankan diri kita untuk menjadi seperti mereka?

Di negeri permai ini, cinta hanyalah kata-kata sementara benci menjadi kenyataan. Kita tidak pernah mencintai apapun yang kita lakukan, kita hanya ingin mendapatkan hasilnya dengan cepat. Kita tidak mensyukuri berkah yang kita dapatkan, kita hanya ingin menghabiskannya. Kita enggan berbagi kebahagiaan, sebab kemalangan orang lain adalah sumber utama kebahagiaan kita. Kawan,

Surat Untuk Firman

Read More

Thursday, December 02, 2010

Tulisan ini mengiris hati saya, bukan karna isi tulisannya namun melihat fenomena pemerintahan daerah (khususnya Aceh) sangat tidak serius memperhatikan naskah-naskah warisan leluhurnya, padahal di negara jauh disana begitu serius mengkaji dan mendalami karya-karya orang terdahulu. Ucapan para pejabat hanya lipstik yang menghiasi bibirnya saat kampanye untuk mengembalikan kegemilangan Aceh dan sejarah intelektual seperti kesultanan Aceh dahulu kala, saya anggap itu tong kosong tanpa isi. Sepertinya beberapa tahun kedepan ini harus dibayar mahal saat negeri ini harus belajar melihat dan belajar tentang leluhurnya ke negeri orang. Selamat...!!!

Tulisan Manuskrip Aceh di London oleh Oman Fathurahman.
Saya tidak tahu harus bersuka cita atau malah berduka ketika beberapa waktu lalu berkunjung dan membaca sekitar lima belas manuskrip di salah satu perpustakaan terbesar di London, the British Library.

Saya ‘dipertemukan' oleh Annabel Teh Gallop, kepala koleksi Asia Tenggara, dengan belasan manuskrip asal Aceh yang baru dibeli tahun 2004 lalu oleh the British Library dari sebuah toko buku antik di London, Arthur Probsthain.

British Library sendiri sebetulnya sangat ketat dan selektif dalam hal pembelian manuskrip, karena Inggris adalah salah satu negara yang terikat perjanjian dalam "The 1970 UNESCO Convention", yang tidak memperbolehkan anggotanya untuk membeli benda cagar budaya negara lain, kecuali benda cagar budaya tersebut sudah ada di Inggris sebelum tahun 1970.

Berdasarkan sejumlah catatan yang ditemukan, belasan manuskrip koleksi Probsthain itu sendiri memang sudah berada di Eropa setidaknya lebih dari 80 tahun yang lalu;

Manuskrip Aceh Di London

Read More

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top