Wednesday, February 02, 2011

Qanun Wali Nanggroe, dipersiapkan oleh DPRA dengan menjaring berbagai informasi. Mulai Jakarta hingga luar negeri, begitu kata berita. Saya bersetuju apa yang berkembang dalam diskusi di Jakarta itu. Bahwa jabatan Wali nanggroe jangan sebatas simbol belaka, tapi harus ada sejumlah wewenang sehingga Wali nanggroe benar-benar berwibawa.

Dalam manuskrip (naskah-naskah lama) Aceh, sebagian naskah itu berhasil saya salin ke dalam huruf Latin selama 15 tahun terakhir. Baik berupa hikayat, nazam dan tambeh, maupun karya lainnya yang ditulis tempo dulu dalam bahasa Melayu, Arab dan Aceh.

Manuskrip itu banyak yang hilang karena tidak dirawat juga tidak lengkap, di antaranya nama jabatan pemerintahan yang kurang tertera secara rinci. Misalnya jabatan sultan, raja, perdana menteri , Menteri, hulubalang, kadli, bentara, panglima, kepala mukim, Keuchik, Waki keuchik, imam kampung, keujruen, bujang dan tuha peuet.

Ada beberapa naskah yang disebut memadai, khusus menulis tentang jabatan-jabatan pemerintahan di Aceh pada masa lampau.

Menjaring Wali Nanggroe dalam Manuskrip Aceh

Read More

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top