Wednesday, June 13, 2012


oleh: Oman Fathurahman.

Siapa mengira bahwa seorang ulama penting Kesultanan Banten pada abad ke 18, Abdullah bin Abdul Qahhar al-Bantani, adalah ternyata guru intelektual bagi sejumlah ulama Mindanao, Filipina Selatan pada masa lalu? Dan siapa sangka bahwa bagi Muslim Mindanao, Aceh pernah menjadi kiblat keilmuan Islam sejak ratusan tahun lalu?

Nyatanya, begitulah yang terekam dalam beberapa manuskrip Islam Melayu di Marawi City, sebuah Kota berpenduduk 90% Muslim di Pulau Mindanao, yang baru terungkap setelah ratusan tahun terkubur dalam sejarah masyarakat Melayu di wilayah ini.

Perjalanan udara dan darat yang cukup melelahkan dari Manila ke Kota Marawi City pada Sabtu (25/2) lalu seakan terbayar ketika saya bersama Sejarawan Sophia University, Profesor KAWASHIMA Midori, dan Ervan Nurtawab dari STAIN Jurai Siwo Metro Lampung akhirnya dapat membuka-buka 12 manuskrip Islam berbahasa Melayu yang teronggok tak terawat dalam karung plastik di Shiek Ahmad Basher Memorial Research Library, Jamiat Muslim Mindanao di Matampay, Marawi City, Filipina.

Sehari sebelumnya, Alim Usman Imam membawa kami ke Maktabat al-Imam Assadiq, Masjid Karbala, tempat tersimpannya 49 manuskrip Islam Melayu dan Arab warisan Haji Muhammad Said, atau Sayyidna, seorang ulama pengembara abad 19 asal Magonaya Mindanao yang pernah singgah di Borneo, Lingga, Johor, dan Palembang, sebelum 7 tahun belajar di Haramayn.

Kondisi manuskrip di tempat ini sudah lebih tertata berkat ‘sentuhan' filolog dari Universitas Indonesia, Tommy Christomy, yang berkunjung beberapa tahun sebelumnya bersama KAWASHIMA Midori.

Banten dan Aceh: Kiblat Keilmuan Muslim Melayu Mindanao

Read More

Thursday, June 07, 2012


The Museum of Brunai Darussalam
Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar menyatakan tekadnya untuk memboyong kembali sekitar 600 naskah kuno hasil karya ulama dan cendikiawan Aceh masa lalu, yang saat ini tersimpan di Brunei Darussalam. Wagub menyatakan tekad tersebut sebagai bagian dari usaha menyelamatkan dan melestarian sejarah Aceh.

Rencana pengembalian naskah kuno Aceh dari negara tetangga itu, diutarakan Wagub Muhammad Nazar dalam pertemuan dengan kepala Museum Nasional Dra Retno, SS,. M.Si di Gedung Museum nasional, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (25/8). Pertemuan tersebut dihadiri Kepala Museum Negeri Aceh (MNA), Drs Nurdin AR.

Selain di Brunei, naskah Aceh juga tersebar di Malaysia dan sejumlah perpustakaan dan arsip sejumlah negara Eropa. "Berbeda dengan Raja Melayu, Kerajaan Aceh banyak menuliskan buku-buku, paling banyak soal hukum dan kemiliteran," ujar Nazar yang mengaku menaruh minat sangat besar dalam bidang sejarah dan kebudayaan.

Disebutkan, nasakah kuno Aceh sebagai bagian dari karya sejarah Aceh harus diselamatkan. "Selama ini kalau mau membaca Aceh terpaksa kita harus berkunjung ke museum dan arsip luar negeri," katanya.

Nasib 600 Manuskrip Aceh di Brunai Darussalam, Bagaimana?

Read More

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top