Saya bersyukur dapat menemani tamu dari Afrika untuk berangkat shalat Jum'at bersama. Awalnya saya akan pergi sebagai penunjuk jalan, walaupun tergolong baru sebulan di sini, tetapi untuk shalat Jumat tentu saya sudah empat kali melakukan di beberapa mesjid berbeda. Tamu dari benua Afrika tersebut berasal dari Libya dan Aljazair. Sedangkan satu orang lagi sebagai peneliti berasal dari Ghana yang juga meneliti manuksrip-manuskrip di Afrika.
Kehadiran dua tamu tersebut untuk launching hasil proyek "Timbuktu's Manuskrip" di Afrika. Saya sudah mendengar tentang ribuan manuskrip-manuskrip dari Timbuktu dan beberapa wilayah lainnya yang terbakar dan kini diselamatkan oleh lembaga tempat saya menimba ilmu yang bekerjasama dengan beberapa lembaga lainnya. Hasilnya sangat mengejutkan, ribuan manuskrip telah digitalisasi, disimpan dengan baik di Afrika, dibagi perbidang (subject), dan selanjutnya akan menjadi bahan-bahan penelitian bagi peminat manuskrip Afrika dalam bahasa Arab dan bahasa Ammiyah (lokal). Dari keseluruhan diperoleh naskah-naskah bidang tatabahasa (grammar) dan Fiqh (Islamic Jurisprudence) menempati peringkat satu dan dua, tentu berbeda dengan di Indonesia, fiqih di sini didominasi kitab-kitab Fiqih Imam Maliki.

Tidak sampai setengah jam, kami tiba di mesjid Afrika, AMA (Afrikan Muslim Association). Seperti biasanya, tidak nampak sebuah mesjid megah, tidak ada menari tinggi nan indah, sepertinya tampak biasa saja. Ini pertama kalinya saya ke mesjid ini.
Saat jam dinding menunjukkan jam 12 siang lebih, kemudian sang khatib muda menuju mimbar, hanya ada tiga anak tangga terbuka menghadap ke jama'ah. Dengan demikian sang khatib berjalan dari depan. Dengan kertas teks kecil di tangan kiri, tanpa tongkat, kemudian ia berceramah dalam bahasa Afrika yang -pastinya- saya tidak pahami. Melihat sekeliling belum banyak jamaah yang hadir walaupun kapasitas mesjid hanya mampu diisi sekitar seratusan jama'ah.

Terlebih dari itu, bagi saya, hadirnya sang penerjemah menjadi menarik, sebab dalam jamaah Jumat tersebut hadir wajah-wajah orang Eropa yang tak lain (kemungkinan besar) adalah orang Jerman. Di sinilah fungsi nasehat khutbah Jum'at untuk dapat dipahami dan diamalkan oleh para jamaah, walaupun memakan waktu yang lama tetapi, pesan-pesan kepada jamaah dapat terealisasi. Dengan tersampainya pesan-pesan dalam Jumat tersebut tentu persaudaraan dapat dibangun walaupun berbeda bangsa, kulit dan bahasa.
Shalat Jum'at dilaksanakan sekitar jam 1.20 pm, itu artinya hampir satu jam setengah kami mendengar khutbah dalam tiga bahasa -Afrika, Arab dan Jerman-. Padahal saat musim dingin, waktu shalat Ashar sekitar jam 2 pm (14.00). Namun kami harus mengantar tamu ke hotel yang sudah mulai terasa lapar. (Hamburg, Jumat, 13 November 2015)
0 comments:
Post a Comment