PDIA 1974 - 26 Des 2004 |
Anehnya, PDIA yang berada di jalan strategis alun-alun kota sudah minggat, nama pamplet besar yang selama ini melongok ke lapangan Blang Padang juga sudah musnah. Sejak beberapa lama, PDIA telah tergusur dari rumahnya sendiri, semua staf dan isi koleksinya yang berharga “dimuseumkan” ke gudang Museum Aceh. Sedangkan gedung PDIA yang megah dan berada di jalan super sibuk itu kini dihuni oleh Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Unsyiah.
Atas semangat ingin mengembalikan sejarah dan khazanah Aceh, BRR Aceh-Nias membangun kembali gedung yang menyimpan sejarah tersebut di tempat semula, sedangkan koleksi direpro kembali dari berbagai pihak di dalam dan luar negeri. Hal tersebut sekaligus untuk mendorong penguatan “melawan lupa” dan “meupuwoe ata indatu”, sebab gedung ini juga atas dasar kenangan Belanda dengan Aceh yang diprakarsai oleh banyak tokoh.
Hidup-mati PDIA
Sebenarnya, gejolak pasca rehab-rekon pasca bencana 2004 yang meluluhlantakkan gedung PDIA tersebut dan sekaligus melenyapkan dokumen dan surat-surat berharga Aceh dan Belanda yang di koleksi di gedung tersebut. Rekonstruksi PDIA yang dilakukan oleh BRR memang untuk merevitalisasi dokumen dan arsip-arsip Aceh dan sumbangan Belanda. Banyak lembaga dan Negara asing yang ikut menyumbang untuk memulihkan PDIA dan mengembalikan fungsinya, terutama Koninklijk Instituut voor Taal Land-en Volkenkunde (KITLV) dan Yayasan Peutjut Fonds di Belanda.