Tuesday, September 24, 2024

Tugas Filolog


Pekerjaan filolog berawal dari pengambilan bahan mentah berupa naskah tulisan tangan/manuskrip yang ingin disunting, lalu menentukan langkah-langkah berikutnya untuk mempersiapkan bahan tersebut. Ia memilih metode tertentu yang sesuai dengan tujuan suntingannya, kemudian menampilkan teks itu dalam bentuk baru dalam edisi cetak agar dapat disebar luaskan di tengah masyarakat.

Menurut Teeuw, tugas peneliti adalah ikut dalam usaha menyebarluaskan peredaran teks di tengah-tengah masyarakat, membantu dalam proses seleksi terhadap naskah, penyunting teks yang baik, menafsirkan, menjelaskan latar belakang sosio-budaya dan sejarah teks yang diterbitkannya (Teuw, 1982 : 30) Harjati Soebadio mengatakan bahwa tugas filolog ialah untuk mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan- kesalahan. Ini artinya bahwa filolog memberikan pengertian yang sebaik-baiknya dan bisa dipertanggungjawabkan sehingga kita dapat mengetahui naskah yang paling dekat pada aslinya. Naskah yang sebelumnya telah mengalami penyalinan ulang serta sesuai dengan kebudayaan yang memeliharanya sehingga perlu dibersihkan dari tambahan-tambahan yang dialami pada waktu penyalinan itu. Hal ini penting sebab menurut Harjati jika teks telah bersih maka akan terhindar dari interprestasi yang salah (Soebadio dalam Lubis : 1996 : 32) .

Kalaulah demikian, telah jelas bahwa suatu naskah harus diteliti terlebih dahulu secara cermat. Bila teks itu hanya terdapat dalam satu naskah yang lazim disebut naskah tunggal atau condex unicus, maka peneliti mengadakan penelitian secermat mungkin terhadap teks itu. Akan tetapi, bila teks terdapat dalam beberapa naskah dan terdiri atas berbagai varian serta banyak copiannya, maka ia perlu mengadakan perbandingan teks secara sangat teliti. Dengan cara ini dapat diketahui mana naskah yang paling mendekati naskah yang asli, atau teks yang diharapkan oleh pengarangnya. 



Setelah dilakukan perbandingan, baru diadakan kritik teks untuk menjernihkan teks dari kontaminasi atau kesalahan yang terjadi dalam proses penyalinan. Bila terdapat teks yang tertulis dalam salah satu bahasa daerah atau bahasa asing, maka teks harus diterjemahkan. Setelah itu hasil penelitiannya baru dapat dipergunakan untuk bidang-bidang penelitian lain.

Satu hal yang perlu diperhatikan dalam memilih teks ialah keharusan menjelaskan dasar pertimbangan mengapa dipilihnya suatu naskah tertentu untuk suatu edisi. Misalnya apakah karena langka, atau naskah itu yang tertua, atau karena paling lengkap isinya, atau karena penampilannya dan kerapihannya. Seorang filolog harus menentukan pilihan pada metode yang digunakan, apakah itu saduran, terjemahan biasa, membangun temma, mengadakan analisis struktural atau metode yang lain seperti diplomatik edisi atau standar.

Ahli filologi sebaiknya berusaha mengurangi peranannya dalam proses penyalinan ulang suatu teks klasik dan sebisa mungkin menghindar dari upaya-upaya perbaikan yang harus diadakan. Alasannya adalah seorang editor bukanlah guru yang ingin mengoreksi setiap kata yang sesuai dengan kaidah atau seleranya. Filologi teks Melayu dihadapkan pada suatu tradisi yang cukup menyulitkan. Meskipun benar bahwa teks-teks abad ke 17 M dan ke-18 M. Pada umumnya tidak begitu sulit untuk dipahami oleh pembaca modern. Akan tetapi proses transmisi dan penyalinannya berulang kali yang dialami oleh suatu teks berjalan dengan tidak teliti, ditambah lagi kemalasan, kejahilan penyalin, dan kebebasannya dalam melakukan perubahan terhadap teks. Ada kesan seolah-olah mereka mengadakan perubahan semuanya.



Kondisi naskah juga seperti memberi kesempatan pada editor untuk melakukan perubahan terhadap naskah, contohnya Raja Ali Haji, yang pada tahun 1865 M, telah memberi kesempatan bagi siapa saja yang mengkopi/menyalin naskah Tuhfat an Nafis untuk meneruskan karya itu dan menambah hal-hal yang dianggap perlu. Kebebasan yang diberikan oleh pengarang dan campur tangan penyalin atas kemauannya sendiri menyulitkan mencari archetyp, yaitu naskah asli dari pengarang. Meskipun demikian, masih ada naskah-naskah yang ditemukan archetypnya dari naskah-naskah Melayu.

Sebenarnya seorang ahli Filolog dapat saja berbuat agak lebih banyak dari pada hanya sekedar mencari perbedaan yang terdapat di antara varian-varian yang timbul dari hasil penyalinan itu. Misalnya, dengan mengadakan pengelompokan yang sesuai dengan kesamaan dan ciri masing-masing, atau menurut sifat kekerabatan sehingga dapat membangun suatu stemma. 

Russell Jones sebagaimana Kratz dan ahli filologi yang lain mengatakan bahwa adalah penting sekali bagi seorang filolof untuk mengadakan edisi baru berdasarkan satu naskah saja. Tetapi ia harus menyebut deskripsi lengkap untuk semua naskah yang lain dan menjelaskan bacaan yang berbeda dalam catatan kaki, atau dalam kritik aparat. Sebab mungkin saja ada filolog yang ingin meringkas pekerjaannya. Atas dasar inilah ia tidak perlu menyebutkan tentang varian-varian yang lain (Lubis, 1996 : 34).

0 comments:

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top