Pascasarjana UIN Ar-Raniry bekerjasama dengan Kementerian Agama RI, ICAIOS dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyelenggarakan kegiatan diskusi dan talkshow dengan tema “Community Awareness tentang edukasi literasi kebencanaan berbasis pengetahuan lokal di Aceh” dalam rangla peringatan 20 tahun Tsunami Aceh.
Kegiatan tersebut bertempat di aula lantai tiga Pascasarjana UIN AR-Raniry, pada Jumat (15/11/2024). Pada pembukaan kegiatan tersebut juga dilakukan launching buku pedoman tentang kebencanaan yang berjudul “Pegangan Penyuluh Agama tentang Kebencanaan”.
Dr. Fakhriati, MA, Direktur Executive MOST UNESCO BRIN dalam sambutannya mengatakan kegiatan ini sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan resiko bencana dengan pengetahuan lokal, sehingga budaya dan pengetahuan lokal dapat diberdayakan dengan baik untuk mitigasi bencana.
Mego Pinandito, Deputi Kebijakan Pembangunan BRIN yang turut memberi sambutan mengatakan bahwa 20 tahun tsunami Aceh menjadi refleksi bagi masyarakat Aceh dan Indonesia agar dapat menambil hikmah dan pengajaran dari fenomena tersebut.
Mego juga mengajak masyarakat terutama generasi muda agar dapat memadukan kearifan lokal dalam mitigasi bencana dan disebaran secara inklusif serta dapat diakses secara luas. Menurut Mego, Aceh memiliki banyak kekayaan lokal yang dapat dimanfaatkan dalam penanggulangan bencana.
“Kita memiliki kekayaan budaya lokal yang terkait dengan pendahulu kita yang terkait bencana, seperti budaya smong dari Simeulue.”
Kegiatan dibuka secara resmi oleh Direktur Pascarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof. Eka Srimulyani, Ph.D, dan dilanjutkan dengan penandatanganan MoA antara Pascarjana UIN Ar-Raniry dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta peluncuran buku “Pegangan Penyuluh Agama tentang Kebencanaan” oleh perwakilan dari Pusat Litbang Lektur, Sugeng Riyanto.
Acara dilanjutkan dengan diskusi bersama para peneliti dan penulis buku yaitu Profesor Eka Srimulyani, Ridwan Bustamam dan Nurmala Hayati. Ketiga pemateri membahas dua buku tentang kebencanaan yang baru diterbitkan, yaitu “Buku Pegangan Penyuluh Agama tentang Kebencanaan” dan “Buku Ajar Tambahan tentang Kebencanaan”.
Prof. Eka Srimulyani, dalam materinya menyampaikan bahwa masyarakat memiliki kapasitas dan cara yang berbeda dalam menghadapi/meng-eksplore bencana. Perbedaan kapasitas yang dimiliki masyarakat dalam menghadapi bencana terlihat saat terjadinya Tsunami 2004, dimana terdapat perbedaan signifikan jumlah korban di kabupaten Simeulu dengan wilayah lain di Aceh yang terdampak.
Di Simeulu hanya menelan 44 korban jiwa, jumlah yang sangat sedikit dibandingkan jumlah di daerah lain seperti Banda Aceh dan Meulaboh yang mencapai ribuan orang. Hal ini menunjukkan adanya kapasitas pengetahuan lokal yang diimplementasikan dengan baik oleh masyarakat Simeulu yaitu melalui tradisi lisan Smong.
Prof. Eka juga mendapati bahwa cara orang-orang Aceh memandang bencana termasuk Tsunami melaui lensa mistisme, teologi dan rasional. Prof. Eka mengutip salah satu idiom yang dimiliki masyarakat Aceh “Adat bak tanyo, hakikat bak Po”. Kalimat tersebut bermakna bahwa kita harus percaya dan taat pada hakikat atau ketetapan dari Allah, termasuk bencana yang diberikan. Ketaatan tersebut menjadi salah satu sumber kekuatan besar masyarakat Aceh.
Sesi siang dilanjutkan dengan kegiatan talkshow kebencanaan yang diisi oleh empat narasumber yaitu Ahmad Nubli, Rickayautul Muslimah dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Fakhriati dari MOST UNESCO BRIN, dan Hermansyah dari Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Ar-Raniry.
Para narasumber menyajikan ragam materi menarik, mulai dari literasi bencana masyarakat Aceh yang ditemukan melalui naskah-naskah kuno, integrasi pengetahuan lokal dengan teknologi dalam mitigasi bencaa, hingga potensi wisata edukasi terkait kebencanaan yang dimiliki Aceh.
0 comments:
Post a Comment