Sunday, April 28, 2013

Sisi luar gedung penyimpanan manuskrip yang sudah tua dan rusak, 2012
(Foto Koleksi Pribadi Hermansyah)
Zawiyah Tanoh Abee, nama yang tidak asing bagi setiap orang di Aceh, bahkan juga di luar negeri. Saat disebut Tanoh Abee juga akan diidentikkan dengan "manuskrip Aceh", baik sebagai skriptorium maupun sebagai sarana belajar ilmu agama dalam bentuk tradisi penulisan dan penyalinan.
Tanoh Abee, entah berapa tokoh yang telah diorbitkannya, dan entah berapa profesor yang lahir bersumber penelitian dari tanah debu ini. Memang ironis, saat namanya yang begitu megah, kini ia harus menyendiri dalam kesunyian.
Zawiyah Tanoh Abee tersingkir oleh keangkuhan dan ketidakpedulian generasinya. Konstribusi, perjuangan, dan pergolakannya dalam mencerdaskan umat manusia sepanjang berdiri Kesultanan Aceh hingga kemerdekaan Republik Indonesia belum mampu menggores bekunya hati pemimpin.
Mungkin, kekaguman kita -sebagai muslim- akan biasa terdengar sayup di telinga akan Tanoh Abee, sebagai lembaga yang mampu mewarisi ribuan naskah klasik dan orisinil itu.
Akan tetapi tidak hanya muslim, kekaguman itu telah membuat para peneliti non-muslim pun terkesima, salah satunya Henri Chambert-Loir, sebagai filolog senior dan peneliti, dalam kata pengantarnya di buku Katalog Tanoh Abee, iapun menumpahkan segala isi hatinya.
"Menurut cerita dan silsilah itu, seorang asal Baghdad bernama Syekh Fayrus al-Baghdadi tiba dan menetap di Aceh pada paruh kedua abad ke-17. Anak cucunya kemudian mendirikan empat dayah di Aceh: tiga di daerah Seulimeum (di Tanoh Abee, Klut dan Leupung Ngoum) dan satu di daerah Indrapuri (di Lampucuk). Kata Aceh dayah berasal dari kata Arab zawiyah dan menunjukkan sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional lokal, semisal pesantren di Jawa.

Zawiyah Tanoh Abee: Antara Kemasyhuran dan Kepedulian Kita

Read More

Wednesday, April 10, 2013



Departemen Perpustakaan untuk buku-buku langka di Universitas Princeton, AS ternyata menyimpan ribuan manuskrip Islam yang ditulis dalam bahasa Arab, Persia, Turki Ustmani dan bahasa-bahasa lainnya dari berbagai negara Muslim di dunia.

Saat ini ada sekitar 9.500 manuskrip Islam yang tersimpan di Library’s Departemen of Rare Books and Special Collection, Universitas Princeton. Dari jumlah tersebut, 200 manuskrip pilihan di sediakan dalam bentuk online sehingga mudah diakses bagi siapa saja yang ingin melakukan penelitian.

Don Skemer, kurator manuksrip kuno mengatakan, Universitas Princeton adalah salah satu lembaga yang memiliki banyak koleksi manuskrip penting dan terbaik di dunia. Akses online terhadap 200 manuskrip Islam pilihan itu, kata Skemer, adalah bagian dari proyek digitalisasi katalog manuskrip-manuskrip Islam yang sudah dimulai sejak tahun 2005. Nantinya, seluruh manuskrip akan dikatalogkan secara online dilengkapi dengan informasi tentang penulis dan isi manuskrip untuk membantu para peneliti apakah akan memesan salinan dalam bentuk mikro film atau hanya perlu datang sendiri ke perpustakaan.

Ribuan Manuskrip Islam Kuno Tersimpan di Perpustakaan Universitas AS

Read More

Tuesday, April 02, 2013


Sepucuk surat dari Sultan Ottaman Turki untuk Sultan Aceh muncul di jejaring sosial Twitter hari ini. Surat itu berasal dari abad ke-15.
Adalah akun Lost Islamic History @LostIslamicHist yang memuat surat itu disertai pengantar, "A letter from the Ottoman sultan in #Istanbul to the sultan of #Aceh, in #Indonesia (1500s)."
Postingan itu memang tidak menjelaskan secara detail isi surat itu. Namun, jika mengacu kepada sejarah. Kerajaan Aceh Darussalam memiliki hubungan diplomatik dengan Kesultanan Turki Utsmani sejak abad 15. Saat itu Turki merupakan kerajaan kekhalifahan Islam terbesar di dunia setelah berhasil menaklukkan Konstatinopel yang dikuasai pasukan Eropa.
Hubungan antara Kesultanan Aceh dengan Ottoman Turki Istambul dimulai sejak masuknya pedagang-pedagang Eropa ke nusantara. Para pedagang asal Eropa itu kerap mengganggu kedaulatan kerajaan-kerajaan di semenanjung Malaka, termasuk Aceh.
Guna menghadapi imperialisme bangsa Eropa tersebut, Kerajaan Aceh mencari dukungan dari kerajaan-kerajaan tetangga termasuk dari Khalifah Abdul Aziz dari ke khalifahan Turki Utsmani pada tahun 1563 M.
Utusan dari Aceh membawa serta hadiah-hadiah berharga dari Sultan untuk dipersembahkan kepada penguasa Turki. Hadiah-hadiah itu antara lain berupa emas, rempah-rempah dan lada.

Sarakata Sultan Turki ke Sultan Aceh

Read More

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top