Thursday, January 31, 2013

Dibalik Kisah Hikayat Muhammad Hanafiyyah

Muhammad bin al-Hanafiyyah adalah putra Ali Kalifah Keempat,yang meninggal kira-kira 700 Masehi dan akhirnya menjadi tokoh penting kaum Syiah. Di kalangan bangsa Melayu, Muhammad Hanafiyyah mewakili citra perwira Islam yang sempurna sejak pada masa kejayaan kerajaan Pasai dan Melaka. Salah satu episode yang terkenal dari Sejarah Melayu, sejarah Kesultanan Pasee (Hikayat Raja-raja Pasai) dan khususnya kesultanan Melaka, melukiskan suasana tegang di istana ketika menghadapi gempuran besar -besaran oleh Portugis pada tahun 1511. Para bangsawan muda yang ingin dengan gagah-berani menghadapi serangan Portugis itu mengirimkan pesan kepada Sultan, memohon supaya Hikayat Muhammad Hanafiah dibacakan, dengan harapan mereka memperoleh semangat keberanian dari kisah tersebut. Pada  periode inilah semangat pejuang Aceh muncul ke tengah medan pertempuran, yang kemudian memproklamirkan kesatuan kesultanan Aceh.

Penelaahan filologis atas ”Hikayat Muhammad Hanafiyah” menjadi menarik karena di samping menjadi salah satu cerita yang sangat populer dalam kesusastraan Melayu, hikayat ini juga merupakan bentuk apresiasi yang tinggi terhadap Nabi Muhammad dan keluarganya. Apresiasi yang tinggi kaum muslim tersebut tidak hanya sebatas pujian-pujian saja, tetapi lebih jauh lagi menjadi budaya yang mewujud dalam beragam tradisi yang memiliki satu tujuan, yaitu penghormatan terhadap Nabi Muhammad dan keluarganya. Salah satu contoh dari mengemukanya tradisi penghormatan atau memperingati perjuangan dan pengorbanan Nabi dan keluarganya adalah tradisi Tabuik di Pariaman dan Taboot di Bengkulu.


Hikayat yang fenomenal in mendapat perhatian dari berbagai peneliti (research),
hingga akhirnya menerbitkan buku-buku yang memuat naskah ”Hikayat Muhammad Hanafiyah” adalah :
1. “A History of Classical Malay Literature”, karangan Sir Richard Winstedt, Penerbit Oxford University Press, diterbitkan bersama di Kuala Lumpur, Singapura, New York, London dan Melbourne pada tahun 1969.

2. “Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik”, karangan Drs. Liaw Yock Fang, Penerbit Pustaka Nasional Singapura, tahun 1975. Jumlah halaman sebanyak 351 dengan kondisi baik dan ”Hikayat Muhammad Hanafiyah” terdapat di halaman 135-137.

3. L.F Brakel, "The Story of Muhammad Hanafiyyah" tahun 1975 dalam bahasa Inggris diterbitkan oleh KITLV. Buku ini sangat detail dan terperinci menjelaskan beberapa kronik dan poin penting di dalam naskah tersebut. Buku tersebut kini juga sudah diterjemahkan dalam bahasa Melayu (Indonesia) diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia.

Di samping buku-buku di atas, buku lain yang memuat keterangan mengenai ”Hikayat Muhammad Hanafiyah” ada dalam tulisan Henri Chambert-Loir, Les Manuscrits Malais de Bale, Lund, Singapour et Paris, Jurnal Archipel Volume 20, terbitan Paris, pada tahun 1980, halaman 89-90. Keterangan lain mengenai ”Hikayat Muhammad Hanafiyah” yang terdapat dalam jurnal ini adalah tulisan Russel Jones berjudul ”Review Article : Problems of Editing Malay Texts; Discussed with reference to the Hikayat Muhammad Hanafiyyah” yang ada pada halaman 121-131. Semua tulisan yang berkaitan dengan ”Hikayat Muhammad Hanafiyyah” ini dalam kondisi baik dan dapat terbaca dengan jelas. Tulisan pertama ditulis dalam Bahasa Prancis sedangkan tulisan kedua dituangkan penulisnya dalam Bahasa Inggris.

Sebagaimana disebutkan dalam banyak hikayat patriotis dan keteladana bahwa Nabi Muhammad, para sahabat dan keluarganya menempati posisi yang terhormat di kalangan Islam. Penghormatan terhadap mereka tidak hanya mewujud dalam bentuk kata-kata pujian saja, tetapi bahkan lebih jauh lagi dikonstruksikan dalam bentuk budaya. Adanya ”Hikayat Muhammad Hanafiyah” merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap Nabi Muhammad, para sahabat dan keluarga beliau.

Hingga akhirnya, disadari atau tidak, bahwa hikayat Muhammad Hanafiyyah merupakan kompilasi dari hikayat kecintaan kepada keluarga Nabi dalam bahasa Parsi. Namun demikian, tidak sepenuhnya pula mengikuti teks Persia dalam memaparkan kejadian-kejadian penting berkenaan dengan keluarga Nabi. Banyak dijumpai tambahan dalam teks Melayu. Juga ditemui penyimpangan atau perubahan konteks serta makna berkenaan dengan peristiwa-peristiwa yang dituturkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa di Aceh, walaupun kebencian Sunni terhadap Syiah sudah membumi sejak awal kedatangan Islam, akan tetapi hal-hal yang baik dan positif tetap diadopsi sebagai wujud kerukunan dan rahmatan lil-'alamin.




0 comments:

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top