Monday, July 26, 2010

Filologi Hikayat Prang Sabi *

Filologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang bahasa teks kesusasteraan, terutama kesusastraan kuno. Hikayat adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab yang berarti cerita dalam bentuk narasi. Di dalam bahasa Aceh, terlepas dari isinya, hikayat pun berarti sebuah cerita dalam bentuk narasi yang biasanya ditulis secara berirama.

Salah satu ciri hikayat adalah seksi awalnya berisi pujian-pujian kepada Tuhan dan Nabi Muhammad yang diikuti dengan pandangan umum penulis, peringatan-peringatan atau nasihat-nasihat. Hikayat biasanya dikarang untuk dibaca di hadapan sekelompok kecil atau sekelompok besar pendengar. Isi hikayat mencakup serentetan subjek seperti sejarah, agama, pendidikan, fiksi dan sebaginya.

Tersebutlah salah satu hikayat dalam bahasa Aceh yakni Hikayat Prang Sabi. Dalam bahasa Indonesia, disebut dengan prang sabil, memiliki sebuah arti mirip dengan “Prang Suci” atau “berjuang di Jalan Allah”, yakni jihad fi sabilillah. Hikayat Prang Sabi dapat dikatakan sebagai sebuah kisah atau cerita naratif yang ditulis dalam bentuk berirama yang bertujuan untuk memberi nasihat dan semangat kepada orang-orang untuk terjun ke medan peperangan melawan orang-orang kafir, terlepas dari sebagiannya yang juga tersisip peringatan-peringatan bagi pendengarnya untuk taqwa kepada Tuhan secara umum.


Tulisan ini mencoba melihat Hikayat Prang Sabi dari sudut pandang filologisnya. Mengapresiasi semangat leluhur kita hanya dengan menyimpan warisan yang telah mereka wariskan kepada kita tidak cukup. Menyangkut manuskrip-manuskrip klasik seperti Hikayat Prang Sabi, memeliharanya sedemikian rupa sehingga hikayat tersebut dapat dipuja dan dinikmati oleh generasi-generasi mendatang lama setelah mereka tidak digunakan adalah penting. Menurut Stuart Robson, dalam bukunya Principles of Indonesian Philology, tugas para filolog adalah menjembatani komunikasi antara penulis manuskrip-manuskrip klasik dengan pembaca modern. Kerja mereka melalui berbagai intervensi yang akhirnya membuat karya sastra klasik dapat diakses.

Untuk membuat teks-teks sastra klasik dapat diakses pada dasarnya filolog melakukan dua hal: menyajikan dan menginterpretasikan. Menyajikan saja, walau bagaimanapun jelasnya, belum lengkap sebelum diinterpretasikan dan dijelaskan karena menyajikan saja teks-teks klasik tersebut belum tentu dipahami oleh pembaca. Para filolog memulai dengan mengambil bahan mentah yang belum tersaji dan terpublikasi. Mereka menjalani proses sulit yang akhirnya menyajikan hasilnya yang sudah dipublikasi kepada pembaca modern. Dalam proses perbaikan ini filolog memindahkan hambatan-hambatan (obstacles). Melengkapi dua tugas utama para filolog, perlu sisajikan dan diinterpretasikan. Kemudian, aktivitas yang sangat medukung dua tugas utama para filolog adalah menerjemahkan atau bahkan mentransliterasi agar manuskrip-manuskrip lama itu dapat diakses, dipahami, dibaca, dan dinikmati oleh generasi sekarang dan mendatang.

Kecuali di beberapa perpustakaan, seperti Perpustakaan Nasional Jakarta, Koleksi Djajadiningrat Jakarta, Amsterdam Royal Institute, dan di beberapa perpustakaan lain di dunia, Hikayat Prang Sabi kebanyakan tersimpan di Special Collection Reading Room Perpustakaan Universitas Leiden, Negeri Belanda. Di sana terdapat 38 teks di bawah heading Hikayat Prang Sabi. Manuskrip-manuskrip tersebut terdiri dari 2 sampai 100 halaman. Teks-teksnya bertulis tangan, dengan tinta bahkan ada yang dengan pensil, dengan menggunakan huruf Arab berbahasa Aceh pada buku bergaris. Ada juga beberapa tulisannya yang sulit dibaca, karena teks-teks tersebut sudah usang dan ditulis kurang rapi.

Manuskrip-manuskrip ini merupakan koleksi Damste, Warisan Snouck Hurgronje, dari J.J van de Velde, G.W.J. Drewes dan dari R.A. Kern Estate. Kebanyakan mereka dikumpulkan pada awal abat ke 20. Beberapa manuskrip dilengkapi dengan catatan dan daftar isi. Catatan-catatan autograf, yang umumnya keterangan penyalin dan tanggal pengumpulan, dan daftar isi yang ditulis oleh kolektor sangat membantu peneliti dan pembaca manuskrip-manuskrip lama tersebut.
Ada juga Hikayat Prang Sabi yang sudah ditransliterasi secara khusus, bahagian dari sebuah buku atau artikel jurnal yang sudah diterbitkan dan beredar di dalam masyarakat. Para sarjana yang telah berjasa menjalankan tugas filologis Hikayat Prang Sabi, antara lain Ali Hasymy, Nur’ainy Ali, UU Hamidi, T. Iskandar, dan Teuku Ibrahim Alfian. Ada juga para filolog Aceh yang hanya mentransliterasi bait-bait Hikayat Prang Sabi yang menggunakan huruf Arab berbahasa Aceh itu ke dalam huruf Latin seperti Dada Meuraxa, Nurdin Yahya, H.M.Zainuddin, Abdullah Arief, Anzib, dan lain-lain. Kecuali ini, banyak juga sastrawan-sastrawan manca negara yang tertarik dengan Hikayat Prang Sabi seperti H.C. Zentgraaf, James T Siegel, Damste, Van Velde, Snouck Hurgronje, G.W.J. Drewes, R.A. Kern Estate dan lain-lain.
Bagaimanapun, pengalaman penelitian penulis menunjukkan bahwa manuskrip Aceh, termasuk Hikayat Prang Sabi di dalamnya, merupakan teks klasik yang kurang dieksplorasi dibandingkan dengan manuskrip-manuskrip Jawa, Bali, Sulawesi dan Palembang. Ini diperkirakan akibat dari pada kendala-kendala yang dihadapi filolog non- Aceh, terutama bahasa. Seandainya banyak para filolog nasional dan manca negara tertarik untuk mempelajari tentang literatur lama Aceh, khusunya Hikayat Prang Sabi, karya-karya menyangkut Hikayat Prang Sabi akan berlimpah dan tersebar di berbagai perpustakaan di seluruh dunia.

Saat ini banyak filolog dan sastrawan tersohor Aceh yang telah berjasa melestarikan literatur klasik Aceh, khususnya Hikayat Parang Sabi, telah berpulang ke Rahmatullah, seperti Ali Hasymy, Teuku Ibrahim Alfian, Gade Ismail, dan beberapa transliterator-transliterator Hikayat Prang Sabi lainnya. Oleh karena itu, diharapkan akan muncul filolog-filolog baru dari Aceh sendiri yang akan menjadi pomong praja yang akan menjalankan tugas-tugas filologis manuskrip-manuskrip lama Aceh, atau literatur-literatur lama Aceh itu akan hilang ditelan zaman dan generasi mendatang tidak sempat mengapresiasi dan menikmatinya.

*(Drs. Syarwan Hamid, MA. adalah Research Fellow of the Scaliger Institute, Leiden University Belanda, 2006.)
Foto gambar adalah koleksi dokumentasi digital Hermansyah dari Koleksi Museum Aceh, Banda Aceh.

0 comments:

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top