Setiap orang Aceh pasti tahu jenderal Belanda yang tewas ditembak di depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh saat memimpin perang ke Aceh 1873.
Hampir semua buku merekamnya dan juga terdapat monumen mencatatnya yang terletak di sebelah Masjid Raya di bawah pohon Geulumpang besar. Orang mengenalnya “pohon kohler”.
Namun, jika sebaliknya ditanyai, siapa imam Masjid Raya Baiturrahman yang syahid saat agresi Belanda ke Aceh? Tentu banyak orang tidak tahu jawabannya, dan banyak buku tidak merekamnya.
Cukup sulit mencari sumber informasi tentang “pahlawan syahid Aceh” saat perang itu terjadi. Padahal semua orang tahu awal kisah bencana perang Aceh dengan Belanda pada tahun 1873.
Mushaf Alquran milik Masjid Raya Baiturrahman adalah bagian dari barang-barang pusaka dalam Masjid yang diambil dan terbang ke Belanda pasca meletusnya perang tersebut. (baca : Museum Mushaf Alquran Aceh)
Syukurnya, saya dapat mengakses Alquran resmi yang digunakan Imam Mesjid Raya yang didigital oleh Erlangen dari Jerman atas izin Leiden University sebagai pihak pengoleksi.
Kini warisan berharga tersebut disimpan di perpustakaan terbesar di Belanda dalam kategori “koleksi spesial”.
Dapat diartikan bahwa: “Sampul kulit warna merah, memiliki dekorasi terjilid bundle, terikat dan dibordir. Ini hadiah Prof Michael Jan de Goeje (1836-1909), yang telah menerima MS [manuskrip] dari Kapten JHA IJssel de Schepper, yang menemukannya pada pada tubuh 'imam Aceh' yang syahid setelah penyerbuan Masjid Agung (Missigit) dari Kotaradja [Banda Aceh] dalam perang Aceh pertama. MS ini telah dikirim dari “Bivouac Zeestrand” Aceh ke Belanda pada 27 April 1874”.
Akhirnya kita tahu, bahwa Alquran tersebut ditemukan dalam dekapan sang imam Masjid Raya yang syahid pada perang pertama.
Ada beberapa sumber menyebutkan nama imam masjid raya pada periode awal perang tersebut, sebagian menyebut Tgk Imum Lam Krak, pendapat lainnya Teuku Rama. Namun demikian, kedua pendapat tersebut belum sahih seutuhnya.
Mushaf ini dimulai tulisannya dengan doa membaca Alquran, kemudian seuntai syair “syarat membaca Quran itu empat perkara, sekalian hokum tajwid engkau pelihara” disertai gambar muluklt dan kerongkongan tempat dalam keluarnya huruf hijaiyyah.
Halaman selanjutnya nama-nama Nabi dan Rasul, dan terakhir tatanan pembelajaran tajwid.
Penemuan mushaf Alaqran resmi Masjid Raya Baiturrahman tahun 1873 menjadi modal untuk mengembangkan kembali mushaf Alquran Masjid Raya Baiturrahman pada zaman sekarang.
Ini juga sekaligus modal untuk menghadirkan museum Mushaf Masjid Raya Baiturrahman yang memuat beragam informasi sejarah dan perkembangan masjid sebagai dambaan hati masyarakat Aceh dan mengenang peran masjid tersebut.
Hampir semua buku merekamnya dan juga terdapat monumen mencatatnya yang terletak di sebelah Masjid Raya di bawah pohon Geulumpang besar. Orang mengenalnya “pohon kohler”.
Namun, jika sebaliknya ditanyai, siapa imam Masjid Raya Baiturrahman yang syahid saat agresi Belanda ke Aceh? Tentu banyak orang tidak tahu jawabannya, dan banyak buku tidak merekamnya.
Cukup sulit mencari sumber informasi tentang “pahlawan syahid Aceh” saat perang itu terjadi. Padahal semua orang tahu awal kisah bencana perang Aceh dengan Belanda pada tahun 1873.
Mushaf Alquran milik Masjid Raya Baiturrahman adalah bagian dari barang-barang pusaka dalam Masjid yang diambil dan terbang ke Belanda pasca meletusnya perang tersebut. (baca : Museum Mushaf Alquran Aceh)
Syukurnya, saya dapat mengakses Alquran resmi yang digunakan Imam Mesjid Raya yang didigital oleh Erlangen dari Jerman atas izin Leiden University sebagai pihak pengoleksi.
Kini warisan berharga tersebut disimpan di perpustakaan terbesar di Belanda dalam kategori “koleksi spesial”.
Dapat diartikan bahwa: “Sampul kulit warna merah, memiliki dekorasi terjilid bundle, terikat dan dibordir. Ini hadiah Prof Michael Jan de Goeje (1836-1909), yang telah menerima MS [manuskrip] dari Kapten JHA IJssel de Schepper, yang menemukannya pada pada tubuh 'imam Aceh' yang syahid setelah penyerbuan Masjid Agung (Missigit) dari Kotaradja [Banda Aceh] dalam perang Aceh pertama. MS ini telah dikirim dari “Bivouac Zeestrand” Aceh ke Belanda pada 27 April 1874”.
Akhirnya kita tahu, bahwa Alquran tersebut ditemukan dalam dekapan sang imam Masjid Raya yang syahid pada perang pertama.
Ada beberapa sumber menyebutkan nama imam masjid raya pada periode awal perang tersebut, sebagian menyebut Tgk Imum Lam Krak, pendapat lainnya Teuku Rama. Namun demikian, kedua pendapat tersebut belum sahih seutuhnya.
Mushaf ini dimulai tulisannya dengan doa membaca Alquran, kemudian seuntai syair “syarat membaca Quran itu empat perkara, sekalian hokum tajwid engkau pelihara” disertai gambar muluklt dan kerongkongan tempat dalam keluarnya huruf hijaiyyah.
Halaman selanjutnya nama-nama Nabi dan Rasul, dan terakhir tatanan pembelajaran tajwid.
Penemuan mushaf Alaqran resmi Masjid Raya Baiturrahman tahun 1873 menjadi modal untuk mengembangkan kembali mushaf Alquran Masjid Raya Baiturrahman pada zaman sekarang.
Ini juga sekaligus modal untuk menghadirkan museum Mushaf Masjid Raya Baiturrahman yang memuat beragam informasi sejarah dan perkembangan masjid sebagai dambaan hati masyarakat Aceh dan mengenang peran masjid tersebut.
0 comments:
Post a Comment