Halaman awal Mushaf al-Qur'an dengan hiasan iluminasi khas Aceh Koleksi Tarmizi A Hamid, Banda Aceh |
Namun sayang, khazanah tersebut hampir –bahkan sudah- terlupakan oleh generasinya, salah satunya masyarakat tidak pernah tahu ciri-ciri mushaf Aceh.
Padahal Al-Quran merupakan pondasi negeri bersyariat dan masyarakat Aceh. Tulisan singkat ini akan mengungkap rekor Mushaf Aceh, dan semoga menambah pengetahuan akan Mushaf Aceh serta melahirkan sebuah rekomendasi bersama untuk dapat diaplikasikan.
Selama ini, kita merujuk kepada mushaf Ustmani, atau setidaknya pada standar Mushaf Al-Quran yang disusun oleh Kementerian Agama RI yang juga mengikuti rasm Ustmani.
Di Aceh, saya meyakini sudah ada mushaf Al-Quran yang ditulis oleh orang Aceh dengan karakter ke-Aceh-an, dimulai sejak Kesultanan Samudera Pasee (Pasai), berlanjut hingga Kesultanan Aceh dan berakhir pada periode kemerdekaan.
Karakter yang dimaksud adalah tanda baca, sistem penulisan, iluminasi dan ilustrasi yang mengacu kepada konteks Aceh, sesuai dengan pengetahuan Aceh tanpa menanggalkan aturan Mushaf Ustmani. Inilah rekor yang pertama bahwa Aceh yang dinobatkan masuknya Islam pertama, tentu memiliki al-Quran yang pertama ditulis di Nusantara.
Sampai detik ini, keberadaan Mushaf Aceh yang tertulis tangan diketahui kurang lebih 400 (empat ratus) buah dengan ciri dan corak yang berbeda, baik dalam bentuk utuh atau tidak. Semuanya tulisan tangan, dengan ukuran rata-rata besar dan tebal mayoritas menggunakan media kertas Eropa.
Penulis telah menginventarisir ratusan mushaf manuskrip yang memiliki pola dan hiasan yang berbeda-beda di Aceh, seperti koleksi Museum Aceh, Ali Hasjmy, Tarmizi A Hamid, atau di luar Aceh, PNRI Jakarta, Malaysia, Belanda, Brunai, Inggris dan Denmark.
Inilah rekor Mushaf Aceh paling banyak varian di Nusantara dengan ragam dan ciri yang berbeda-beda jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah Islam lainnya di Asia Tenggara.
Rekor Mushaf Aceh lainnya adalah Tafsir Mushaf al-Qur’an pertama berbahasa Melayu (Indonesia) karya Syekh Abdurrauf al-Fansuri berjudul Tarjuman al-Mustafid.
Karya fenomenal tersebut pernah dicetak di Mesir, India, dan Singapura sebelum Negara ini lahir. Semestinya, modal ini menjadi momen untuk mengembangkan ilmu-ilmu Al-Quran dan Tafsir di Aceh.
Keunggulan khazanah lainnya adalah corak dan ragam hias mushaf Al-Quran berbentuk persegi dikelilingi talo meuputa, taloe dua (dua tali), hiasan bunga, ujong tameh puntong dan pola kulahkama (mahkota).
Lazimnya, semua seni hias tersebut dapat menjadi pedoman bagi tenun (batik) Aceh.
Pemberian iluminasi pada mushaf keduanya menyatu secara simetris di dua halaman pada bagian awal, tengah dan akhir adalah ciri khas Aceh yang tidak terdapat dalam mushaf Ustmani.
Semestinya, dengan khazanah Mushaf al-Qur’an yang sangat kaya dan berlimpah di Aceh, sudah semestinya Pemerintah Aceh membangun Museum Mushaf Al-Qur’an Aceh sebagai media edukasi dan sebagai sentral informasi perkembangan mushaf-mushaf Al-Qur’an di Aceh, serta pelestarian khazanah Islam warisan indatu sekaligus wisata islami atas proklamasi salah satu negeri yang telah mengikrarkan penerapan syariat Islam. []
http://aceh.tribunnews.com/2015/06/29/museum-mushaf-al-quran-aceh
0 comments:
Post a Comment