Monday, February 27, 2017

Kapal Yantic: Harapan Lama Aceh-Amerika


Tahun 1871-1873 merupakan masa paling genting bagi Aceh. Gejolak di periode tersebut dianggap paling berbahaya, dan beberapa peneliti melihat miskomunikasi dan diplomasi antara Aceh dengan negara-negara luar. Bagi Belanda, poin-poin dan harapan merebut tanah Aceh sejengkal demi sejengkal harus terpenuhi.

Kebijakan politik Belanda sejak September 1871 beralih ke "political will" baru, dari politik tidak campur tangan yang dianut ke suatu politik tanpa agresi yang ditujukan untuk melindungi siapa yang perlu dilindungi (red. angkatan Belanda) dan untuk memperkokoh kedudukan Belanda yang dianggap menjadi haknya di Sumatera.

Hal tersebut jelas tidak menyenangkan Kerajaan Aceh, dan tentu saja telah mengganggu kedaulatan Aceh di Sumatera. Oleh karenanya, periode di atas, perundingan dan utusan antar kedua belah pihak berakhir buntu.

Sisi lain, Aceh pun mencari bantuan baru akibat dari "Traktat Sumatera" yang merugikan Aceh. Di antara incaran kerjasama Aceh ada ke Turki, Amerika dan Italia.

Pada 1 Maret 1873, rombongan angkatan Amerika dari Hongkong diperintahkan Admiral Jenkins ke wilayah Melayu-Nusantara, selain mengunjungi Filipina, Betawi dan Singapura, juga akan singgah di Aceh. Itu sebagai bentuk diplomasi balasan yang dilakukan Aceh pada 25 Januari 1873 ke konsulat Amerika dan Italia di Riau. Sayangnya, informasi tersebut dianggap Belanda sebagai "perselingkuhan" Aceh terhadap Belanda-Inggris yang terikat dalam traktat, walau isinya sama2 tidak menguntungkan Aceh dan Inggris. Instruksi pimpinan Belanda, Niewenhuyzen, untuk menutup seluruh jalur laut Aceh dan memblokade seluruh akses akses ke luar negeri disertai invasi Belanda Maret 1873.

Di saat yang sama, epidemi kolera yang dahsyat menimpa tigasagi Aceh, musibah besar yang tidak tercatat dalam buku2 Aceh. Alhasil, rombongan Amerika ini diperintahkan kembali ke Hongkong dari Singapura. (James W Gould, American in Sumatra, 1961)

Pantas, sejak itu, pelabuhan-pelabuhan Aceh terhapus dari jalur internasional, yang tersisa hanya jalur akses untuk kapal Belanda.

0 comments:

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top