Era kolonial Hindia-Belanda, tidak semua orang-orang di negeri ini dapat menunaikan ibadah haji, apalagi di daerah-daerah yang masih bergejolak. Beragam usaha perlawanan dilakukan rakyat di setiap wilayah, tetapi sebaliknya bermacam cara Belanda berusaha untuk mengendalikannya. Termasuk izin pergi ke Mekkah (Reispas naar Mekka) untuk menunaikan ibadah haji.
Sedangkan dokumen lainnya (gbr 3 & 4) diberikan izin kepada Moekamat Tamin bertanggal 27 Febr 1911 ditulis dalam aksara Latin berbahasa Belanda dan aksara Jawi berbahasa Indonesia (Melayu). Dan kini menjadi koleksi digital The Khalili Collection.
Izin pergi haji atau semacam visa untuk dapat melewati perbatasan di Nusantara dan memasuki Mekkah menjadi wajib. Tanpa izin tersebut akan dapat banyak perkara, orang-orang tersebut yang pulang dari tanah Haram tersebut akan diawasi.
Dua dokumen surat visa di bawah ini menunjukkan usaha-usaha Hindia-Belanda mengontrol masyarakat yang pergi dan pulang dari haji.
Dokumen pertama (gbr. 1 & 2) atas nama L. Mohd. Umar berukuran 47 x 57 cm yang diterbitkan di Surabaya tahun 1906. Ditulis dalam bahasa Belanda dan bahasa Jawa. Kini dikoleksi di Tropen Museum Belanda dengan nomor inventarisir TM-4353-1.
Melihat bukti-bukti tersebut, tentu setiap daerah wilayah yang diduduki Hindia-Belanda memiliki surat izin atau visa haji. Namun, bagaimana proses mendapatkan surat tersebut, dan hal-hal lainnya yang berkaitan.
Dan tentu, bagaimana pejuang-pejuang di setiap daerah yang ingin berhaji, bagaimana jalur menuju ke tanah yang diimpikan setiap muslim tersebut.
0 comments:
Post a Comment