Pertengahan Ramadhan tahun 1444 H, bertepatan April 2023, untuk pertama kalinya kami (saya dan dua orang teman dari Malaysia pak Affendi dan pak Syukri) menikmati shalat Jumat di bulan Ramadhan di mesjid tuha (tua) Indrapuri Aceh Besar.
Mesjid tuha Indrapuri salah satu mesjid bernilai sejarah yang sangat penting. Disebut mesjid tuha untuk membedakan dengan mesjid jamik Abu Indrapuri yang berada di seberang sungai dan seberang jalan.
Sebelum memasuki waktu shalat Jumat, saya sempat menikmati kisah cerita dari ureung tuha setempat tentang peranan dan perjalanan mesjid tua yang dulunya sebagai mesjid jamik/ mesjid raya Indrapuri berangsur berubah mesjid tuha yang kini hanya tunduk tiga gampong saja.
Oleh karenanya shalat Jumat dan shalat berjamaah masih tetap dilaksanakan dan dihadiri oleh penduduk tiga gampong tsb dan para jamaah luar.
Masjid berbentuk piramida dengan atap bertingkat tiga ditopang oleh 36 tiang dan berdinding langsung dengan tembok tebal setinggi setengah badan. Mesjid ini sangat nyaman, apalagi di bulan puasa, derai angin yang bertiup, pemilihan kemarik yang unik nan dingin semakin menggoda kami untuk rebahan 😁
Sebagaimana banyak informasi berkembang tentang konstruksi dan asal usul mesjid ini, walaupun itu hanya dari cerita ke cerita, tanpa kajian secara konprehensif. Padahal konstruksi dan gayanya masih mengikuti mesjid-mesjid tuha yang ada di Aceh Besar, Pidie dan lainnya.
Terlepas dari itu, dalam tradisi arsitektur bangunan Aceh tempo dulu, para utoh (tukang bangunan) akan mengukir tanggal/tahun selesainya pembangunan atau rekonstruksinya.
Hal itu dapat ditemui banyak di rumoh Aceh, mesjid dan meunasah serta bangunan kuno lainnya yang berkonstruksi kayu, biasanya berada di salah satu sudut bangunan, termasuk pada mesjid tua ini yang tertera tahunnya 1274 (mengikuti teori angka al-Banna) dikonversi sekitar tahun 1858.
Boleh jadi itu tahun rehab terakhir atap mesjid sebelum mesjid ini dikuasai oleh Belanda pada tahun 1880 sebagaimana foto C. Kruger yang tampak bendera di atas kubahnya, para tentara kolonial Belanda dan batu-batu makam para syuhada pejuang Aceh.
Sejarah penting lainnya masjid tuha Indrapuri ini sebagai saksi bisu penobatan Sultan Aceh yang masih kecil, Sultan Muhammad Daudsyah di Mesjid tuha Indrapuri ini pada tahun 1878, Tuanku Hasyim Bangtamuda sebagai Mangkubumi. Sebab inilah, Belanda mengincar masjid ini sebagai titik koordinat para pejuang Aceh dan sultannya.
Saat ini, mesjid tuha Indrapuri sudah ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya. Meski demikian, masih sangat banyak rekaman sejarahnya belum tergores dalam tinta sejarah perjalan dan perannya hingga saat ini.
0 comments:
Post a Comment