Friday, November 19, 2010

Prang Sabi Dikenang, Tgk Chik Pante Kulu Terlupakan

Tgk Chik Pante Kulu dikenal sebagai pengarang Hikayat Perang Sabi. Dia dilahirkan tahun l25l H (l836 M) di desa Pante Kulu, Kemukiman Titeue, Kecamatan Kemalawati, Kabupaten Pidie, Aceh. Nama lengkapnya Tgk Chik Haji Muhammad Pante Kulu.

Mula-mula ia belajar Al Quran dan ilmu-ilmu agama Islam dalam bahasa Melayu (Jawi). Kemudian melanjutkan pelajarannya pada 'Dayah Tiro' di Pidie yang dipimpin Tgk Haji Chik Muhammad Amin Dayah Cut, seorang ulama Tiro yang kebetulan baru pulang menunaikan ibadah haji di Mekkah.

Chik Pante Kulu pernah belajar di Mekkah. Menurut salah satu versi riwayat bahwa Puisi 'Hikayat Perang Sabil' ditulisnya dalam perjalanan Mekkah-Aceh, artinya saat pelayaran dilakukan didalam kapal ditengah laut, jika menilik alur cerita syairnya sangat besar kemungkinan ini dikarang disana (Arab) paling tidak dua judul (bagian) kisah Pasukan Gajah dan Sa'id Salmy jelas adalah kisah di negeri Arab.

Sedangkan versi ke dua ialah hikayat perang sabil ini ditulis Chik Pante Kulu adalah atas suruhan Tgk. Chik Abdul Wahab Tanoh Abee yang lebih dikenal Tgk. Chik Tonoh Abee. Dari dua kisah dari empat kisah keseluruhan mencerminkan semangat petriotisme dan epos melawan penjajah di negerinya. Maka menurut asumsi saya adalah
dua kisah ditulis dalam perjalanan beliau Mekkah-Aceh, sedangkan dua kisah lagi ditulis atas situasi dan kondisi perang di Aceh yang ia sendiri terlibat didalamnya.

Kitab tersebut ditulis dalam aksara Arab-Jawi berbahasa Aceh, sedangkan Hikayat Perang Sabil terdiri dari 4 kisah yakni, kisah Ainul Mardijah, kisah Pasukan Gajah, kisah Sa'id Salmy dan kisah Budak Mati Hidup Kembali. Dalm kajian lebih lanjut terdiri dari empat bagian (cerita). Pertama, mengisahkan tentang Ainul Mardhiah, sosok bidadari dari syurga yang menanti jodohnya orang-orang syahid yang berperang di jalan Allah. Kedua, mengisahkan pahala syahid bagi orang-orang yang tewas dalam perang sabil. Ketiga, mengisahkan tentang Said Salamy, seorang Habsi berkulit hitam dan buruk rupa. Keempat, menceritakan tentang kisah Muda Belia yang sangat mempengaruhi jiwa para pemuda untuk berjihad di medan perang melawan kezaliman penjajahan Belanda.

Pada kisah Ainul Mardijah dilukiskan mimpi seorang pemuda sedang dalam perjalanan kemedan perang. Dalam mimpi itu dilukiskan dia memasuki taman sorga dengan sungai yang berair jernih. Didalam sungai itu dara-dara jelita sedang mandi. Seorang dara tercantik sebagai ratunya bernama Ainul Mardijah. Dara-dara itu diperuntukkan bagi orang-orang yang mati syahid dalam Perang Sabi.

Berikut beberapa bait syair ditranskipsi dari Naskah Prang Sabi koleksi Museum Negeri Aceh, Banda Aceh;

Salam alaikom teungku meutuah
Katrok neulangkah neuwo bak kamoe
Amanah nabi hana meu ubah
Syuruga indah pahala prang sabi

Ureueng syahid bek ta khun mate
Beuthat beutan nyawoung lam badan
Ban saree keunoeng senjata kafe
Keunan datang pemuda seudang

Djimat kipah saboh bak jaroe
Jipreh judo woe dalam prang sabi
Gugur disinan neuba u dalam
Neupuduk sajan ateuh kurusi

Ija puteh geusampoh darah
Ija mirah geusampoh gaki
Rupa geuh puteh sang buleuen trang di awan
Wate tapandang seunang lam hatee

Darah nyang ha nyi gadoe´h di badan
Geuganto le tuhan deungan kasturi
Di kamoe Aceh darah peujuang
Neubi beu mayang Aceh mulia



Menurut Zentgraf, hikayat perang sabil karangan ulama Pante Kulu telah menjadi momok yang sangat ditakuti oleh Balanda, sehingga siapa saja yang diketahui menyimpan-apalagi membaca hikayat perang sabil itu mereka akan mendapatkan hukuman dari pemerintah Hindia Belanda dengan membuangnya ke Papua atau Nusa Kembangan. Sarjana Belanda ini menyimpulkan, bahwa belum pernah ada karya sastra di dunia yang mampu membakar emosional manusia untuk rela berperang dan siap mati, kecuali hikayat perang sabil karya Pante Kulu dari Aceh. Kalau pun ada karya sastrawan Perancis La Marseillaise dalam masa Revolusi Perancis, dan karya Common Sense dalam masa perang kemerdekaan Amerika, namun kedua karya sastra itu tidak sebesar pengaruh hikayat perang sabil yang dihasilkan Muhammad Pente Kulu.

Itu sebabnya, Ali Hasjmy menilai bahwa hikayat perang sabil yang ditulis Tgk. Chik Pante Kulu telah berhasil menjadi karya sastra puisi terbesar di dunia. Menurut Hasjmy, pengaruh syair hikayat perang sabil sama halnya dengan pengaruh syair-syair perang yang ditulis oleh Hasan bin Sabit dalam mengobarkan semangat jihat umat Islam di zaman Rasulullah. Atau paling tidak, hikayat perang sabil karya Chik Pente Kulu dapat disamakan dengan illias dan Odyssea dalam kesusastraan epos karya pujangga Homerus di zaman “Epic Era” Yunany sekitar tahun 700-900 sebelum Mesehi.

Namun sayang, seorang tokoh yang memperjuangkan Aceh merdeka dari penjajahan, kini diabaikan oleh generasinya, buktinya makam pujanggawan terbesar Tgk. Chik Pante Kulu terletak di Desa Lam Leuot, Aceh Besar, terbengkalai dan tak terurus. Saat kini seorang pejuang mengumandangkan syair karya beliau, maka tak elak bagaikan pengkhianat saat ia mengisi kemerdekaan dengan mengabaikan keberadaan sang soso Tgk Chik Pante Kulu.

1 comments:

Anonymous said...

cukop that get tulesan nyoe :)

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top