Sunday, April 01, 2012

501 Tahun Kesultanan Aceh Darussalam

Banda Aceh – Puluhan elemen masyarakat yang tergabung dalam beberapa lembaga di antaranya  aktivis, seniman, Production House (PH), penulis,  dan kalangan media di Aceh mengadakan pertemuan untuk memperingati 501 tahun Kesultanan Aceh Darussalam.

Acara peringatan yang turut di hadiri ketua DPRK Banda Aceh Yudi Kurnia dan Arkeolog Aceh, Dr. Husaini dari Unsyiah  berlangsung di D’Rodya Café, Banda Aceh, Sabtu (31/3),  mendapat sambutan baik dari sejumlah elemen masyarakat yang hadir.

Arkeolog Aceh, Dr. Husaini mengaku, bahwa di Aceh perlu mengangkat sejarah di Aceh, masyarakat dan pemerintah, begitu juga dengan peneliti sejarah di Aceh harus meneliti kembali tentang situs situs sejarah dan kesultanan Aceh. Pasalnya, sejauh ini masih banyak kesimpangsiuran sejarah, bila hal ini tidak diluruskan maka sejarah di Aceh akan menjadi teka teki  dimasa depan.

Peneliti sejarah, lulusan India, Hermansyah, mengaku, bahwa banyak sejarah Aceh yang sudah tidak terarah lagi, di mana banyak sekali situs-situs sejarah di Aceh tidak terawat dengan baik bahkan ada yang hilang. Begitu juga dengan sejarah tentang Kesultanan di Aceh.

“Sejarah kesultanan di Aceh sudah cukup banyak yang berubah karena ditulis oleh orang luar Aceh, misalnya, terkait tentang kesultanan itu ada 34 sultan, namun,
yang hanya terpublis hanya Sultan Iskandar Muda,” katanya.

Sementara seniman Aceh, Sarjev, mengatakan bahwa sejarah kesultanan Aceh wajib diperjuangkan oleh seluruh masyarakat Aceh. Kata Sarjev, memperingati hal tersebut sangat penting untuk anak cucu ke depan.

“Semoga dengan hasil diskusi hari ini terhadap peringatan 501 Kesultanan Aceh Darussalam tidak hanya di meja diskusi, namun harus mampu membawa ke tingkat menteri. Kalau data tentang sejarah Kesultanan Aceh Darusasalam mulai jelas kembali kita bisa memperjuangkan untuk dipatenkan di tingkat pusat,”cetusnya.

Sastrawan Aceh, Herman RN, mengaku Aceh bukan hanya tentang sejarah kesultanan saja yang sudah menghilang, tetapi banyak juga tentang pribahasa Aceh yang benar, seperti bahasa bahasa Aceh kini mulai berubah ke Acehannya. Bahkan, kata Herman, zaman sekarang ini, banyak pengurus bangsa di Aceh yang tidak mengerti bahasa Aceh.

“Ini terjadi seiring dengan minimnya kepeduliannya masyarakat dan pemerintah Aceh dalam menjaga kecitraan Aceh itu sendiri, banyak sekali yang diabaikan. Seharusnya bahasa Aceh itu diwajibkan salah satu mata pelajaran di sekolah. Bila sejak dini sudah diajari tentang pengatahuan sejarah Aceh dan berbahasa Aceh maka kejayaan Aceh akan kembali lagi,” kata Herman RN.

Direktur CAJP Aceh, Rahmat Al – Banta, menuturkan bahwa sejauh ini banyak elemen masyarakat yang berusaha untuk membangkitkan kembali tentang sejarah-sejarah di Aceh, namun tidak ada perhatian yang signifikan dari pihak terkait seperti Pemerintah. Seharusnya pemerintah melalui dinas terkait harus lebih peka terhadap sejarah, begitu juga dengan eksekutif dan legeslatif di Aceh. Bila ini diabaikan, maka sejarah Kesultanan Aceh akan hilang dan anak anak cucu kita ke depan akan mendapat sejarah yang salah, bukan sejarah yang sebenarnya,” kata Rahmat.

Sementara Abdul Malek, salah satu Production House di Aceh, mengakui bahwa sejauh ini masih banyak tempat tempat maupun lokasi yang menjadi sejarah di Aceh tidak dipublis dan dirawat dengan baik. Alhasil, kata Malek, sebagian tempat dan situs sejarah di Aceh hilang begitu saja. Bahkan banyak monumen-monument sejarah di Aceh diambil oleh negara-negara lain.

“Ke depan di dalam lagu-lagu dan filem-film yang dikemas dalam DVD atau VCD hasil produksi Aceh harus melakukan shooting di beberapa tempat situs-situs bersejerah, dan ini salah satu sarana promosi sejarah Aceh yang efektif,” jelasnya.

Direktur Lembaga Budaya Saman Thayeb Sulaiman mengatakan, pihaknya akan melanjutkan diskusi untuk membuat sejarah-sejarah Aceh menjadi mata pelajaran di sekolah dan universitas di Aceh.

“Seluruh elemen masyarakat bertanggungjawab untuk melestarikan sejarah Aceh. Dan kita harap pemerintah memperingati hari-hari penting dalam sejarah Aceh, bahkan hari-hari tersebut sepatutnya dijadikan hari besar untuk dirayakan setiap tahun secara luas,” kata Thayeb yang juga Ketua Panitia.

Ketua DPRK Banda Aceh, mengatakan bahwa ia akan membawa perkara sejarah Aceh ke dalam rapat DPR agar melestarikan sejarah menjadi prioritas.  Kata Yudi, pemerintah situs sejarah bisa jadi tempat yang harus dikunjungi oleh wisatawan.

“Situs-situs sejarah Aceh dan peninggalan hasil peradaban lainnya akan kita jadikan hal yang menjadi perhatian pemerintah dan publik. Ini untuk melestarikan kebudayaan dan memajukan peradaban Aceh. Tentu, kami akan memulainya di Banda Aceh, sebagai pusat Kesultanan Aceh Darussalam,” kata Yudi.


source: http://www.theglobejournal.com/seni-budaya/diskusi-memperingat-501-tahun-kesultanan-aceh-berlangsung-kritis/index.php

0 comments:

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top