Friday, February 22, 2013

Melafaz Sarakata Wali Nanggroe



Bismillahirahmanirrahim, wabihi nasta’in.
Alhamdulillah ladhi ‘azza sya’nuhu, was-shalatu was-salamu ‘ala Rasulihi waaminihi. Fas-Salamu ‘alaikum warahmatullahi Ta’ala wabarakatuhu ‘ala ad-dawami, serta diiringi pula dengan ‘izzah wa-mahabbah dengan takrim yang tiada berkeputusan selama-lamanya daripada kami Seri Paduka Tuanku Mahmud dan Tuanku Raja Keumala dan Seri Muda Perkasa Teuku Panglima Polem yang adalah sekarang di Kutaraja Aceh Besar adanya barang disampaikan Allah SWT kehadapan Majelis Hazhratul al-Aziz al-Mukarram punghulu kami Habib Abdurrahman Teupin Wan dan guru kami Teungku Mahyiddin dan Teungku di Buket ibnal-Mukarram Maulana al-Mudabbir al-Malik teungku di Tiro dan Teungku Hasyim dan Teungku di Ulee Tuetue dan Teungku Ibrahim dan sekalian ikutannya yang ada di ahyal khairi di dalam mengerjakan perang Sabilillah di dalam rimba belantara negeri Pidir dengan selamat sejahtera.  Mata’anallah Ta’ala bi-liqa’ihim, Amin.

Syahdan adalah kami ketiganya mengharapkan dengan sehabis-habis harap kepada Allah wa Rasul, dibelakang itu kami harap dengan sehabis-habis harap akan penghulu kami dan akan syaikhuna kami, maka sebab berani harap tawakkal kami beserta dengan yakin tambahan lagi tulus semata-mata kepada guru kami ketiganya oleh karena berkenang kami akan Maulana wa Syaikhuna Mudabbir al-Mulki yang telah ke kubur mengadap [menghadap] ke Rahmatullah Ta’ala, itulah jadinya tiada berkeputusan ingatan kami akan penghulu kami dan akan guru-guru kami.

Maka adapun hal dunia pada zaman ini selama kami meninggalkan guru kami adalah kami bangkit dari negeri Aceh qasadnya membayar fardhu Islam pergi ke tanah Makkah al-Mukarramah, hatta dengan berkat doa-doa guru-guru kami Alhamdulillah sudahlah Allah SWT persempurnakan empat kali  haji, kami ada tinggal di tanah Mekkah beserta di dalam itupun adalah kami ijtihad serta memandang dengan mata kepala sendiri atas tiap-tiap bangsa Islam di dalam zaman ini terlampaulah amat sangat masyaqqah kesukarannya  masing-masing terlebih maklum penghulu kami serta guru-guru kami  sebab dunia ini akhir zaman, bukan seperti dahulu kalanya.

Maka adapun seperti kita-kita semuanya berperang dahulu dengan kompeni Belanda, maka jikalau sudah habis ikhtiar tiada kuasa lagi melawan dia patutlah kita taslim kepadanya oleh karena dianya tiada mengubah dan melarang kita punya agama melainkan kita juga masing-masing yang mengubahnya.
Cobalah penghulu kami serta guru-guru kami pikirkan yang halus tambahan lagi pasal kita taslim kepada musuh apabila tiada kuasa melawan dia, bukanlah sekali-kali kita memulakan isti’adat itu melainkan telah berlaku di atas angin yang terlalu amat abnyaknya, seperti negeri Hindi semuanya Taslim di bawah perintah kompeni Inggris, seperti tanah Magrib semuanya taslim di bawah perintah Prancis, dan seperti tanah Mesir bersyarikat [berserikat] perintahnya dengan Inggris, dan lain-lainnya terlalu amat banyak di atas angin daripada jenis orang Islam mentaslim di bawah perintah musuhnya dan habis kesemuanya sebelah bawah angin taslimnya.

Maka adapun yang pikiran mereka itu berpaka semuanya atas taslim ketika lemah mereka itu, sebab takut mereka itu habis kerusakan agamanya serta negerinya, maka apabila sudah mereka itu taslim jadi mereka itu masing-masing memeliharakan agamanya barang sekuasanya sekedar mungkin supaya tiada hilang semuanya. Demikianlah pikiran mereka yang telah zahir pada pandangan kami.

Maka sekarang Habib yang penghulu kami dan guru-guru kami pada zaman sekarang terlebih baik guru kami dan penghulu kami janganlah duduk di rimba lagi dengan permintaan kami baik Habib turun serta guru-guru kami kemari beserta semuanya mengikut seperti yang telah dijalani oleh orang atas angin  yang terlebih kuasanya dan akal daripada kita beserta jangan sekali-kali ketinggalan barang yang ada alat niscaya supaya jangan jadi fitnah hari kemudian.

Maka yang akan hal dengan kompeni adalah Allah dan Rasul dan adalah kami ketika pertemukan penghulu kami dan guru-guru  kami dengan Paduka Seri Yang Dipertuan Besar Aceh adanya, maka sehabis-habis harap kami sebagaimana pikiran dan tambahnya daripada penghulu kami serta guru kami lazim memberi jawab surat ini dengan segeranya.
Tertulis di Kutaraja, Kampung Kedah pada 18 Rajab 1327 H   (Kamis, 5 August 1909 M)

0 comments:

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top