Tuesday, May 21, 2013

Strategi Preservasi Manuskrip

Saat restorasi naskah di rumah Tarmizi A Hamid
Bersama tim PKPM, 2012
Pasca gempa-tsunami Aceh 2004 telah menghancurkan banyak cagar budaya Aceh, termasuk manuskrip (naskah kuno). Manuskrip adalah dokumen dalam bentuk apapun yang ditulis dengan tangan yang telah berumur 50 tahun lebih (UU Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992, Bab I Pasal 2). Pada saat bencana itu datang, ratusan naskah dan ribuan teks tulisan musnah di Aceh dilahap oleh ombak air laut. Beberapa di antara kolektor, seperti Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA), Tarmizi A Hamid (kolektor pribadi) belum sempat melakukan preservasi, salinan ulang, digitalisasi, ataupun backup manuskrip yang bernilai tinggi dan memiliki informasi penting lainnya.
Belajar dari kejadian tersebut, kemudian banyak lembaga terjun ke Aceh, dari luar dan dalam negeri, untuk melakukan preservasi naskah. Sebagian programnya, ada yang tuntas, setengah jalan, mungkin ada yang gagal total. Tapi kini, melihat semua hasil tersebut belum mencapai sasaran (dalam beberapa bidang) misalnya, pemahaman masyarakat dalam melestarikan warisannya, pengetahuan untuk pelestarian dan perawatan naskah, ataupun pengembangan kajian manuskrip.
Karenanya, perlu ada pendidikan dan informasi umum untuk masyarakat, supaya manuskrip tidak hanya disimpan, disakralkan, atau sebaliknya, dibakar, dimusnahkan, dan diabaikan. Setidaknya ada pengetahuan masyarakat bagaimana mereka menjadi bagian dalam penyelematan warisan indatunya.
Dalam dunia pernaskahan, dan melihat konstektual pernaskahan di Aceh. Ada dua pendekatan dalam mengkaji warisan kebudayaan sastra yang tertuang dalam naskah pertama Filologi kedua kodikologi.


Filologi dapat dimaknai cinta teks, atau kata. Sebab, kata “philos” dalam bahasa Yunani yang berarti “cinta” dan logos ” yang diartikan kata. Pada kata “filologi” kedua kata itu membentuk arti “cinta kata” atau “senang bertutur”. Arti ini kemudian berkembang menjadi “senang belajar” atau “senang kebudayaan”. Pengkajian filologi pun selanjutnya membatasi diri pada penelitian hasil kebudayaan masyarakat lama yang berupa tulisan dalam naskah (teks).
Secara Khusus filologi dapat diartikan secara khusus Ilmu yang mempelajari naskah naskah lama untuk menetapkan keasliannya, bentuknya semula, makna isinya, serta konteks penulisannya; Sejalan dengan penelitian filologi, berkembang pulalah yang namanya kritik teks, bertujuan menemukan naskah yang paling baik, paling bagus, dan paling bersih dari kesalahan. Kegiatan kritik teks ini muncul akibat fakta di lapangan yang menemukan begitu banyak naskah yang sudah rusak, dan begitu banyak juga naskah yang bervarian (maksudnya sama), tapi ternyata isinya memiliki sedikit perbedaan, atau bahkan banyak sama sekali.
Kedua, kodikologi berasal dari kata Latin ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi ‘kodeks’. Sri Wulan Rujiati Mulyadi mengatakan kata ’caudex’ atau ‘codex’ dalam bahasa Latin menunjukkan hubungan pemanfaatan kayu sebagai alas tulis yang pada dasarnya kata itu berarti ‘teras batang pohon’. Kata ‘codex’ kemudian di berbagai bahasa dipakai untuk Kodikologi, atau biasa disebut ilmu pernaskahan bertujuan mengetahui segala aspek naskah yang diteliti. Aspek-aspek tersebut adalah aspek di luar isi kandungan naskah tentunya.
Kodikologi adalah satu bidang ilmu yang biasanya bekerja bareng dengan bidang ilmu ini. Kalau filologi mengkhususkan pada pemahaman isi teks/kandungan teks, kodikologi khusus membahas seluk-beluk dan segala aspek sejarah naskah. Dari bahan naskah, tempat penulisan, perkiraan penulis naskah, jenis dan asal kertas, bentuk dan asal cap kertas, jenis tulisan, gambar/ilustrasi, hiasan/illuminasi, dan lain-lain. Nah, tugas kodikologi selanjutnya adalah mengetahui sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, meneliti tempat2 naskah sebenarnya, menyusun katalog, nyusun daftar katalog naskah, menyusuri perdagangan naskah, sampai pada penggunaan naskah-naskah itu (Dain dalam Sri Wulan Rujiati Mulyadi, 1994: 2–3).
Preservasi naskah atau pemeliharaan naskah bias berupa pemeliharaan fisik maupun pemeliharaan teks dalam naskah
1. Pelestarian Fisik Naskah
Pelestarian fisik naskah lebih di tujukan pada Pemeliharaan agar bentuk fisik suatu naskah tetap utuh dan tidak rusak, cara yang bias dilakukan yaitu:
a. Konservasi : merupakan upaya perpanjangan usia naskah, dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya,
- Difumigasi (pengendalian hama dalam naskah) minimal satu tahun sekali
- Disimpan dalam ruang khusus dengan suhu ±16o C (24 Jam) Kelembaban Udara antara 50-55%

b. Restorasi
Restorasi yaitu merawat dan mengembalikan keutuhan kertas dan jilidannya sehingga diharapkan bisa bertahan lebih lama.

Naskah Mir'atul Tullab yang direstorasi secara tradisionil menggunakan kertas semen

2. Pelestarian Teks Dalam Naskah
Pelestarian teks dalam naskah merupakan suatu upaya melestarikan teks-teks yang terkandung di dalamnya melalui pembuatan salinan (backup) dalam media lain, sehingga paling tidak kandungan isi khazanah naskah itu tetap dapat dilestarikan meskipun seandainya fisik naskahnya musnah akibat rusak atau bencana. Beberapa cara yang dapat dialakukan, yaitu:
a. Digitalisasi naskah atau manuskrip dapat menggunakan dua jenis alat kamera dan mesin scanner. berikut ini penjelasan digitalisasi menggunakan camera:
b. Disalin Ulang Merupakan suatu upaya yang dilakukan agar isi informasi dalam suatu informasi dapat diselamatkan dan informasi yang terkandung dapat di akses walaupun keadaan fisiknya telah rusak atau telah hilang.
c. Dialih aksarakan : metode transliterasi dan transkripsi naskah diharapkan orang yang tidak bias membaca naskah dalam aksara arab atau jawa masih dapat mengakses dan membaca suatu naskah.
d. Diterjemahkan ; Penerjemahan suatu naskah diperlukan agar orang atau pencari informs bisa mempelajari suatu naskah walau tidak dapat membaca aksara dan sastra yang tertulis pada suatu naskah.
e. Pengkajian dan atau penelitian merupakan langkah yang sering diagunakan para akademisi atau peneliti (research) dalam melakukan berbagai kajian, sebab manuskrip dapat dijadikan sebaga bahan rujukan untuk kajian-kajian ilmu sosial, humaniora, kedokteran, falak, dan sebagainya.

"Yang terpenting adalah pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya manuskrip dan naskah kuno untuk dirawat dan ditelaah, bukan berarti hanya sekedear proyek, masyarakat menjadi objeknya. Mengajari masyarakat dan memberdayakan sumber daya mereka akan kepemilikan naskah lebih penting, daripada kita menghisap madu, dan membunuh lebahnya".

0 comments:

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top