Monday, April 20, 2015

Relasi Aceh dengan Pahang dalam Naskah Bustanus Salatin dan Tinggalan Arkeologi.

Makam Condong "Nisan Aceh" di Pahang
Hubungan Aceh dengan Pahang sudah lama terjalin, tepatnya era Iskandar Muda saat menaklukkan Portugis yang sudah mencokol di wilayah Pahang. Pada tahun 1617 M Sultan Iskandar Muda menakhlukkan Portugis dan membuka hubungan dengan Kesultanan Pahang, hingga akhirnya pada membawa beberapa penduduk kampung (migrasi) Pahang ke Aceh, salah satunya Sultan Husain atau dikenal dengan Sultan Iskandar Tsani. Secara historis, negeri Pahang memiliki sejarah panjang dan romantis dengan beberapa kesultanan negeri di luar Malaysia, termasuk Aceh.

Negeri Pahang sekarang dikenal dengan Pahang Darul Makmur merupakan salah satu negara bagian Malaysia.  Periode Islamisasi, ada dua versi pendapat yang sama kuat, pertama Islam dari Kesultanan Pasai, dan kedua bersala dari Kesultanan Fathani. Walaupun jalur Islam Fathani juga berasal dari Pasai. Namun, masyarakat disini lebih condong ke Fathani dengan melihat beberapa kelompok masyarakat, tradisi dan budaya yang hidup saat ini menyatu dengan wilayah Thailand Selatan.

Sepertinya bagi Aceh lebih dari proses Islamisasi, sebab misi utama adalah mengusir Portugis dari wilayah-wilayah Melayu Nusantara. Jika ditinjau lebih jauh, Sultan Iskandar Tsani pun menaruh dendam besar terhadap Portugis, sebab dalam catatan Nuruddin Ar-Raniry menyebutkan bahwa Sultan Husain memenggal kepala orang Portugis saat ia menjadi Sultan di Aceh (1637-1640). Iskandar Tsani sendiri sudah berada di Aceh sejak berumur 7 tahun, pada saat Aceh mengusai Pahang. Dalam Bustanus Salatin tertulis dalam bab 2 pasal 13,
"Dan kemudian dari  itu menaklukkan negeri Pahang pada hijrah Seribu Dua Puluh Enam [1026/ 1617 M] tahun, adapun menaklukkan negeri Pahang itu adalah didalamnya hikmah Allah yang terlalu ajib". (Ms. Bustanus Salatin)



Dalam subbab dan kitab yang sama
"Syahdan, bahwa Seri Sultan Raja Iskandar Muda Johan Berdaulat mentaklukkan negeri Pahang itu adalah dalamnya hikmah Allah yang terlalu ajib dan pada kudrat-Nya yang amat gharib pada berlakukan iradat-Nya atas seorang hamba yang dipilihnya..." (Ms. Bustanus Salatin)

"Demikian lagi Allah Ta’ala menaklukkan negeri Pahang itu karena hendak mengarunia kerajaan Aceh akan paduka Seri Sultan Iskandar Tsani Mughayat Syah Johan Berdaulat dhillullah fil ‘alam." (Ms. Bustanus Salatin)

Kemudian, Iskandar Tsani dinikahkan dengan puteri Sultan Iskandar Muda, Sultanah Safiyatuddin Syah Tajul Alam, sebelum ia menjadi Sultan. Saat Iskandar Tsani menjadi Sultan Aceh (1647 M), ia mengunjungi wilayah Pasai, ada beberapa daerah disinggahinya selama dalam perjalanan. sejauh peninggalan historis tersebut diketahui bahwa beberapa nama tempat sudah melekat sejak zaman kesultanan.

Di Pasai, menunjukkan periode tersebut masih banyak pembuat (pemahat) batu nisan yang indah dan beragam. Oleh karena itu Sultan Iskandar Tsani mengirim beberapa nisan Aceh untuk keluarga di Pahang. Hantaran tersebut ternyata terekam dalam kitab Bustan as-Salatin dengan beberapa kapal perang Aceh dan pengawalan dan adat upacara yang meriah

"Setelah itu, maka bertitah Syah Alam pun orang yang kaya-kaya laksamana menghantarkan raja nisan ke Pahang  kepada kubur paduka ayahanda, .... lalu segala orang kaya hulubalang berlayar bersambut raja nisan ke Pahang, hatta maka sultan Iskandar Tsani Mughayat Syah pun wafatlah dan kuburnya dekat gunongan". (Ms. Bustanus Salatin)
Nisan-nisan Aceh di Pahang, kiriman Sultan Iskandar Tsani tahun 1638-1639
untuk Keluarganya dari Pasai

Di Pahang, nisan-nisan kiriman Aceh di tempatkan di kawasan Mengkasar. Upacara penyambutannya dilakukan acara kenduri dan upacara adat-istiadat setempat berlangsung hingga 40 hari dan 40 malam. Jelas, di sini nuansa Aceh lebih kental, sebab batu-batu nisan yang sudah patah dan rusak adalah kiriman dari Sultan Iskandar Tsani untuk keluarganya. Di pamplet marmer coklat tertulis beberapa nama keluarga Sultan Pahang yang dimakam di sana, yaitu: Sultan Abdul Ghafur Muhiyuddin Shah (1591-1614), Marhum Muda Pahang (Raja Muda Abdullah) anak sultan Abdul Ghafur merupakan sepupu dari Sultan Iskandar Tsani bernama Puteri Bungsu Chendera Dewi, dan cucu Sultan Mansur Shah II dari Melaka.

Ada sekitar empat makam dengan batu nisan besar corak Pasai, dan satu nisan berbentuk kecil. Setiap batu nisan sulit dikenali karena tulisan di badan nisan telah hancur dan hilang. Sejauh ini, hanya W. Lineham dalam bukunya “History of Pahang” yang mengkaji dan menyebutkan satu makam terletak paling timur merupakan adalah makam cucu Sultan Melaka. Selebihnya belum ada peneliti yang mengkaji makam tersebut. Menurut keterangan, nisan-nisan tersebut hancur akibat jalur itu dilalui oleh gajah-gajah besar dan banyak, sehingga nisan-nisan tersebut condong (miring). Akhirnya masyarakat mengenal dengan Makam Condong.  []




0 comments:

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top