Friday, August 14, 2020

Bendera Teungku Chik Di Tiro

Bendera-bendera Aceh masih terpancang tinggi di setiap pelabuhan di Aceh sebelum tahun 1874, wilayah-wilayah di luar "Dalam" (Keraton Aceh) di Banda Aceh masih utuh milik Kesultanan dan masyarakat Aceh.

Pada eranya, bendera yang dalam bahasa Aceh disebut "alam" muncul bervariasi mengikuti kekuasaan dan karakteristik masing, di mana bendera-bendera tersebut bukanlah sebuah kedaulatan negara (kesultanan), akan tetapi panji (bendera) perang ataupun wilayah otonomi. 

Oleh karena itu, panji-panji rampasan perang oleh Belanda di Aceh sangat beragam. Demikian pula beberapa kesultanan yang berdaulat ke Kerajaan Aceh juga memiliki perbedaan benderanya dengan Aceh. 

Demikian saat perang melawan Belanda tahap 1 tahun 1873 dan tahap 2 tahun 1874 terus berkecamuk di Aceh, setiap sejengkal tanah di Aceh harus dibayar mahal dengan marwah dan nyawa.  
Sejak peperangan berlangsung, bendera-bendera panji perang terus dipertahankan di Aceh.

Demikian juga saat keterlibatan Teungku Chik di Tiro atau disebut juga Syekh Saman di Tiro Pidie, yang mengibarkan panji (bendera) jihad terhadap kolonial Belanda.

Bendera Teungku Chik di Tiro bukan sebuah bendera kedaulatan, tetapi adalah panji (bendera) perang, di mana bendera itu dikibarkan akan menunjukkan itu tanda wilayah kekuasaan Tgk. Chik Di Tiro, markas dan pasukannya.


Benderanya tersebut memiliki warna dasar merah dan abu-abu coklat muda. Walau tampak sepertinya merah dan putih, hanya saja warna putih sudah mulai memudar. Warna merah menunjukkan simbol keberanian, sebuah warna yang umum digunakan pada bendera-bendera lainnya periode tersebut di Aceh dan alam Melayu. Sedangkan warna putih dimaknai suci, bersih dan shafa (bening). 

Sedangkan di dalamnya terdapat dua gambar pedang saling berhadapan. Gambar pedang tersebut juga digunakan pada beberapa panji bendera di Aceh lainnya, di mana dimaknai sebagai peudeung Saidina Ali r.a. 


Di bawahnya didapati juga tulisan "انيله علامة (عا)لم تغكو دي تيروي " (Inilah alamat Alam Teungku Di Tiro) yang ditempel di atas kain warna abu-abu kecoklatan.

Sejauh ini belum diketahui di mana disimpan bendera Teungku Chik Di Tiro. Dulu saya menemukannya pada blog kleinnagelvoort.file.wordpress.com. Sayangnya, situs tersebut telah kadaluwarsa, sehingga tidak mengetahui dari mana asal dan dimana koleksi bendera tersebut.

Biografi Singkat Tgk. Chik Di Tiro

Teungku Muhammad Saman adalah putra dari Teungku Syekh Ubaidillah. Sedangkan ibunya bernama Siti Aisyah, putri Teungku Syekh Abdussalam Muda Tiro. 

Dengan semangat perang sabilnya, satu persatu benteng Belanda dapat direbut. Begitu pula wilayah-wilayah yang selama ini diduduki Belanda jatuh ke tangan pasukannya. 

Keberhasilannya terbesar pada bulan Mei tahun 1881, pasukan Tgk Di Tiro  dapat merebut benteng Belanda di Lam Baro, Aneuk Galong, Montasiek dan lain-lain. Belanda akhirnya terjepit di sekitar kota Banda Aceh dengan mempergunakan taktik lini konsentrasi (concentratie stelsel) yaitu membuat benteng yang mengelilingi wilayah yang masih dikuasainya.

Teungku Chik di Tiro adalah tokoh yang kembali menggairahkan Perang Aceh setelah menurunnya kegiatan penyerangan terhadap Belanda. Selama ia memimpin peperangan terjadi 4 kali pergantian gubernur Belanda yaitu:
  1. 1. Abraham Pruijs van der Hoeven (1881-1883)
  2. 2. Philip Franz Laging Tobias (1883-1884)
  3. 3. Henry Demmeni (1884-1886)
  4. 4. Henri Karel Frederik van Teijn (1886-1891)
Pada bulan Januari 1891 beliau menghembus nafas terakhir di benteng Aneuk Galong .



Sumber:
https://kleinnagelvoort.files.wordpress.com/2016/09/rv-1429-212.jpg?w=648

0 comments:

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top