BANDA ACEH – Aceh yang pernah berjaya sebagai pusat peradaban Islam di Asia Tenggara diharapkan dapat membangun kembali tradisi keilmuan Islam yang selama ini telah hilang akibat tergerus zaman dan minimnya kepedulian pemerintah.
Hal ini dinilai perlu menjadi perhatian semua pihak dalam upaya membangkitkan kembali keilmuan Islam di Aceh, sehingga bisa disegani dunia luar sebagaimana zaman Kesultanan Aceh.
Pernyataan itu disampaikan budayawan dan kolektor manuskrip kuno Aceh, Tgk. Tarmizi A. Hamid pada acara halal bihalal dan dialog khasanah budaya dengan tema, “Membangun Tradisi Keilmuan Islam di Aceh” yang digelar BPR Mustaqim Sukamakmur, di Lampeuneureut, Aceh Besar, Jum’at 24 Juli 2015.
Tarmizi mengungkapkan, tinta emas para intelektual Islam masa lalu sekaliber Hamzah Fansury, Syekh Nuruddin Ar-Raniry, Syekh Abdul Rauf As-Singkili dan ulama lintas zaman lainnya, yang ditulis di media kertas telah menghiasi keilmuan Islam yang sangat tinggi di sentero Asia. Semua ulama tersebut telah menghabiskan umurnya dalam tradisi tulis menulis dengan beribu judul kitab kuno (manuskrip) di Aceh.
“Keilmuan Islam dalam kitab-kitab tersebut di semua aspek sesuai dengan kebutuhan para pencari ilmu yang berbondong-bondong migrasi ke Aceh pada zaman tersebut. Negara-negara Islam lainnya pada masa itu memandang Aceh sebagai pusat pengembangan keilmuan yang berperadaban sangat tinggi, Aceh sangat aspiratif, dalam mengelola berbagai kepentingan hajat hidup semua bangsanya,” kata Direktur Rumoh Manuskrip Aceh ini.
“Nilai-nilai budaya dan sejarah itulah serta peninggalan tradisi yang ditinggalkan oleh leluhur kita yang masih dapat kita lihat, membaca dan meneliti sampai kepada zaman ini yang saya himpun dari berbagai daerah di Aceh yang saat ini tersimpan di koleksi saya berupa Naskah Kuno. Ini adalah salah satu item yang maha penting sebagai referensi tradisi keilmuan Islam yang bisa ditransformasi kepada anak cucu kita baik sekarang maupun yang akan datang di negeri yang diridhai oleh Allah SWT,” kata Tarmizi.
Sementara pada sesi kedua, Peneliti Naskah Kuno (Filolog) Aceh, Hermansyah M.Th, MA.Hum, lebih khusus menghantarkan beberapa keilmuan yang ada dalam manuskrip serta perkembangan pembangunan keilmuan manuskrip di negara-negara maju yang semua negara tersebut berstatus bukan negara Islam.
Dirut BPR Mustaqim Sukamakmur, Teuku Hanansyah berfoto bersama dengan dua maestro manuskrip kuno Aceh, Tarmizi A. Hamid dan Hermansyah (27 Juli 2015) |
Diantara negara yang sangat berminat dengan kajian-kajian manuskrip seperti Inggris, Belanda, Amerika, Jerman, dan Jepang, yang kini membuka beberapa konsentrasi bidang tersebut. Negara-negara tersebut berlomba-lomba untuk membuat pusat studi Islamic dan lembaga penelitiannya khususnya dengan manuskrip yang berbahasa Arab, Melayu dan Aceh sendiri. Dan kini (2016) terbukti beberapa universitas di Eropa membuka bidang kajian manuskrip tersebut.
Hermansyah yang juga Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry ini, menjamin apabila ada generasi sekarang yang ingin mengambil jurusan Filologi di luar negeri, disamping diterima dengan senang hati juga akan diberikan beasiswa sampai kepada S-3 (doktor).
Ia mencontohkan dirinya sendiri, yang fokus mempelajari manuskrip-manuskrip yang langka dipelajari oleh kalangan sekarang.
“Sebentar lagi saya juga akan berangkat melanjutkan studi di Jerman dalam keilmuan filologi juga. Jadi kesempatan ini bisa diperoleh semuanya, tinggal kita saja mau melanjutkan sebuah tradisi keilmuan Islam yang telah diwarisi oleh leluhur kita ini,” katanya.
Dalam dialog yang turut dihadiri Dirut BPR Mustaqim Sukamakmur, Teuku Hanansyah, juga diisi dengan tanya jawab oleh semua peserta yang hadir pada acara ini. Mereka terlihat kagum dengan kehebatan keilmuan masa lalu di Kerajaan Aceh Darussalam itu. []
0 comments:
Post a Comment