Tuesday, August 16, 2016

Akhir Musim Panas, Tarian Aceh Hibur Warga Denmark


Musim panas kali ini hadir di Denmark sedikit berbeda, lebih singkat dari biasanya. Namun, masyarakat Denmark sudah mengantisipasinya. Salah satunya mengadakan acara musim panas lebih awal dan dimanfaatkan oleh mereka dengan sebaiknya, dengan beragam kegiatan yang diadakan di berbagai tempat, seperti di tengah kota, di taman, ataupun tempat-tempat yang disediakan. Demikian acaranya juga sangat beragam, mulai dari olah raga, pameran, kegiatan sosial hingga tampilan seni dan budaya. 

Siang itu di Kota Aalborg, salah satu kegiatan yang diadakan pada akhir minggu bulan Juli ini adalah keanekaragaman seni dan budaya “Mangfo Idighedsdag 2016” atas kerjasama 6 organisasi internasional, antara lain Red Cross, Red Barnet Ungdom, Ungdommens Red Cross, Asylforum (Forum Suaka Politik), DFUNK, Danske Handicaporganisationer (Organisasi untuk orang cacat dan difabilitas), dan Network Dobbeltminoriteter (Gabungan organisasi minoritas) yang terdiri dari 9 organisasi, salah satunya  World Acehnese Association (WAA)

Kegiatan seni dan sosial tersebut dimanfaatkan sebaiknya oleh masyarakat Aceh di Denmark yang tergabung dalam WAA di Denmark, salah satunya yang ikut ambil bagian adalah grup Putro Aceh untuk menampilkan tarian-tarian Aceh. Bagi masyarakat Aceh di sana dan lembaga-lembaga sosial di Eropa mengenal WAA sebagai salah satu organisasi yang sudah lama eksis dalam melestarikan tradisi, budaya dan isu-isu sosial Aceh, dan kini diketuai oleh Nek Hasan Basri.   

Acara keanekaragaman kali ini yang diikuti oleh WAA dan Putro Aceh dengan menampilkan tarian Ranup Lampuan dan Rateb Meuseukat. Dua tarian yang cukup mashyur seantero Nusantara. Tarian tersebut ditampilkan oleh anak-anak Aceh di Denmark yang dilatih oleh Nurmala dapat memukau para penonton di kota Aalborg. Sebelum tampil acara tarian yang pertama, tarian Ranup Lampuan, ketua WAA menyampaikan sekilas informasi tentang Aceh dan komunitas Aceh di Denmark kepada penonton yang hadir.  

Sebagai pembukaan, tarian Ranup Lampuan sebagai simbol penyambutan “welcome to Aceh” yang ditampilkan oleh anak-anak berumur antara 7-10 tahun. Mereka cukup lincah untuk ukuran anak-anak Aceh yang tidak pernah mengenyam pendidikan tari ataupun tidak pernah menikmati “keunikan” di Aceh.  

Pada sesi selanjutnya, anak-anak Aceh di Denmark kembali tampil dengan jumlah lebih banyak untuk menampilkan tarian Rateb Meuseukat. Sebuah tarian heroik Aceh yang membutuhkan kecekatan, kecepatan dan konsentrasi penuh serta kekompakan tim. Lagi-lagi, bagi saya mereka sudah cukup baik penampilannya, jika tidak ingin kita sebut profesional.


Para penonton yang hadir berusia muda dan tua di arena acara cukup menikmati penampilan anak-anak Aceh, bahkan sebagian besar adalah anak-anak bule berambut pirang ikut antusias mengikuti gerak tarian Aceh di halaman panggung. Mereka ikut bergoyang, atraksi tangan dan kepala mengikuti tarian Rateb Meuseukat sebagaimana sang penari di atas panggung.

Ajang acara tahunan kali ini diadakan di pusat taman kota Aalborg centrum, tepatnya di taman Tivoli  Karolinelund. Sejak masuk pintu taman tersebut, para pengunjung sudah disuguhkan dengan peta taman dan papan informasi dalam bahasa Denmark. Dalam catatannya, taman ini dibangun tahun 1874, dan diresmikan untuk umum sebagai taman kota tanggal 20 April 1947, kemudian dipercantik pada tahun 2007 dan 2010. Bagi saya, dan bagi pengunjung yang datang akan cukup mendapat informasi dan gambar sejarah taman Karolinelund. 

Ternyata, informasi yang saya peroleh dari ketua WAA, kerjasama semacam ini sudah terjalin cukup lama antara WAA dan Putro Aceh dengan LSM di Denmark. Mereka terlibat dalam beragam kegiatan positif, terutama sosial budaya, seni dan promosi. Bagi masyarakat Aceh di Denmark, ikut serta acara seperti ini bukan hanya merawat seni budaya Aceh kepada anak cucu mereka di Denmark, tetapi juga mempromosikan Aceh dan parawisatanya.

Bagi saya ini merupakan nilai lebih dari itu, bukan sebatas pameran kesenian atau promosi parawisata, tetapi juga betapa sungguh-sungguh masyarakat Aceh di Denmark menjaga identitas Aceh dan keacehan serta mewariskan adat budaya kepada anak cucunya yang menetap di Eropa. []


Source: www. portalsatu.com (16 Agustus 2016)

0 comments:

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top