Friday, October 07, 2016

Jumat di Masjid Leiden

Pagi cerah dengan sengatan matahari, saya kian asyik foto manuskrip (naskah) di Perpustakaan Universitas Leiden tak terasa sudah menunjukkan jam satu lewat. Hari itu hari Jum'at. Ini merupakan Jum'at pertama bagi saya di Leiden khususnya, di negeri yang penuh sepeda. Sebagaimana waktu shalat di Jerman, saya bergegas menuju mesjid di kampung Leiden ini.

Sebelum melangkah ke mesjid, saya sejenak menggunakan google map untuk mencari mesjid terdekat dengan kampus Leiden. Sekitar 4 mesjid terdeteksi oleh sistem nomor wahid ini. Saya memilih masjid terdekat mengingat kerjaan di perpustakaan Leiden harus saya selesaikan segera. Masjid (Belanda: Moskee) al-Hijrah adalah pilihan tepat, hanya 6-7 menit jalan kaki, berseberangan jalan dengan Perpustakaan Leiden atau juga berderetan dengan gedung KITLV. Sebuah lembaga yang megah di Aceh dan Indonesia atas konstribusinya mendigital buku-buku langka era kolonial Belanda.

Setelah mendapat titik lokasi mesjid, saya wudhu di kamar mandi perpustakaan. Dalam asumsi saya seperti di Jerman akan banyak antri di tempat wudhu' masjid. Kemudian saya menuju ke Masjid al-Hijrah, tiba lebih awal, awalnya saya pikir banyak shaf kosong, ternyata mesjid ini memiliki beberapa tingkat. Beberapa jamaah duduk bersandar sambil membaca al-Quran, ini sebuah kebiasaan yang baik saya dapatkan di sini, bahkan di hampir seluruh Eropa. Sepatutnya tradisi membaca Quran di masjid digalakkan dan membuang kebiasaan bicara yang tidak penting di dalam mesjid atau bahkan asyik "poh cakra" di luar mesjid saat Jumat berlangsung hingga khatib membaca rukun khutbah.

Gedung Mesjid al-Hijrah ini berada di deratan dengan gedung lain, sekilas tidak tampak mesjid, tidak ada kubah, tidak ada toa di luar, kecuali di atas pintu utama tertampang tulisan "Moskee al-Hijra" dan dalam tulisan Arab  مسجد الهجرة. Masjid ini tiga tingkat (atau disebut tingkat dasar dan tingkat 1-2). Pada tingkat pertama digunakan tempat utama dimana mimbar dan khatib berkhutbah. Di sini juga aktivitas berlangsung seperti pengajian, pengumuman dan lainnya. 

Di tingkat pertama ini juga terdapat banyak al-Qur'an dan terjemahan dalam beragam bahasa, baik dari negara-negara di Asia, Afrika atau Eropa. Qur'an-qur'an tersebut merupakan hibah dari jamaah muslim yang tiba di sini, saya tidak tahu bagaimana prosesnya, namun kemungkinan besar merupakan hibah mahasiswa muslim yang pernah berada di Leiden.

Selain itu, bagi saya juga menarik lemari kaca dalam ukuran besar yang memuat beragam kitab Islam, mulai dari kitab-kitab tafsir, hadist, fiqih, ushul fiqh, dan buku-buku Islam lainnya yang terkenal. Kitab ini dapat dibaca ditempat, tidak ada kunci untuk menutup seseorang untuk membaca kitab-kitab tersebut. Hal ini menunjukkan tradisi baca sangat kuat sekali di Leiden, sehingga mesjid-mesjid sekecil ini menyediakan beberapa referensi primer keilmuan Islam. 

Memasuki shalat Jum'at, sang muazzin mengumandangkan azan. Sang khatib yang sudah berumur naik ke mimbar melalui depan jamaah. Mimbar tersebut terbuka depan dengan 3 anak tangga, cukup sederhana. Dengan dua tiang kiri dan kanan pintu dan gapura di depan mengikuti mimbar Nabi Muhammad. Sang khatib tidak pegang tongkat, ia memegang kertas teks yang berisikan khutbahnya \disampaikan sepenuhnya dalam bahasa Arab. Jika mendengar dari bacaan bahasa Arab fushahnya, ia berasal dari Arab Timur Tengah, perkembangan Islam yang menarik yang biasanya mayoritas oleh para muslim Turki dan Albania.

Khutbahnya sangat panjang sekali, ia hampir berdiri di atas mimbar lebih dari 30 menit. Usai dua rukun khutbah dan sebelum muazzin iqamah untuk menunaikan shalat Jum'at, maka seorang yang masih muda tanpa peci dengan baju biasa dan jaket bangun di depan jamaah dan berceramah dalam bahasa Belanda. Ia merupakan penerjemah ke dalam bahasa Belanda dan sekaligus menyimpulkan ceramah dari sang khatib untuk orang-orang (jamaah) yang tidak paham bahasa Arab. Maka proses shalat Jumat dilakukan dari awal sampai akhir hampir satu jam penuh. 

Tradisi ini juga pernah saya jumpai di Jerman, saat shalat Jumat di Mesjid Afrika dan atau Jumat di Mesjid Albania di Hamburg. Hanya berbeda teknis pelaksanaannya. di Mesjid al-Hijra Leiden terjemahan disampaikan setelah usai semua rukun dua khutbah dan sebelum muazzin mengumandangkan iqamah. 

Di penghujung isi khutbah sang khatib, selain mengajak para muslim untuk berhijrah ke arah yang baik sebagai tanda masuknya bulan Muharram sebagai awal tahun baru dalam Islam, juga mengajak bersama-sama membangun Mesjid baru dan Islamic center yang sedang dalam tahap pembangunan. Demikian imbauan sang penerjemah dalam bahasa Belanda kepada jamaah yang kurang paham bahasa Arab, berhijrah kepada yang lebih baik.  

  

0 comments:

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top