Monday, March 11, 2019

Loudon: Selamat Jalan Kohler, Aku Dipecat.

James Loudon (1872-1873) hanya menjabat satu tahun sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda sebagai pengambil keputusan untuk memerangi Aceh. Perang yang diperkirakan hanya berlangsung beberapa minggu, ternyata tidak berjalan sesuai dengan rencana. Bahkan, petaka perang paling lama dengan kerugian paling besar dalam sejarah Pemerintah Hindia Belanda.

Bukan hanya sebatas itu, perang ini juga merupakan tragedi paling merugikan bagi Belanda, di mana 75% keuangan negara harus dialokasi untuk memerangi pejuang Aceh. Pantas, negeri-negeri jajahan lainnya dipaksa kerja bertahun, tanpa gaji dan tidak ada tunjangan demi menutupi kerugian tersebut.

James Loudon kelahiran tahun 1824 berdarah keturunan Inggris yang datang dan masuk ke Hindia Belanda. Ia menjadi warga negara Belanda dan jadi pengusaha monopoli gula. Itu sebabnya kedekatan Belanda-Inggris pada tukar guling wilayah yang akan dijajah dan terjajah beberapa tahun sebelum perang pecah.

Kini, tak lama menjabat, dia harus menanggung malu dan berselisih pendapat terhadap keputusannya tersebut dengan para pejabat di Belanda. Akibatnya, sejumlah Menteri Kabinet Belanda mengundurkan diri sebagai tanda tidak setuju. Sebagian lainnya menentang untuk secepatnya dihentikan. Alhasil, Loundon pun akhirnya terpaksa berhenti juga setelah mengalami kekalahan pada perang Belanda-Aceh pertama.

Gubernur Jenderal Hindia Belanda, James Loudon (1872
James Loundon juga orang yang paling bertanggung jawab atas banyaknya kematian selama agresi pertama terjadi, bukan hanya terhadap orang-orang Aceh, tetapi juga terhadap bumiputera (orang lokal) yang disewa Belanda, para perwira Belanda dan terkhusus terhadap Jenderal Köhler.

Köhler yang terkenal itu mengalami sial saat hendak merayakan kemenangannya di tanah Aceh, beberapa hari melihat kondusi semakin kondusif, berharap pasukan mujahidin Aceh telah kalah dan mundur dari Mesjid Raya Baiturrahman. Tetapi, di depan mesjid raya, ia tewas ditembak oleh pejuang Aceh. Akibatnya, pasukan ini harus kembali lebih awal ke Batavia (Jakarta).


Dalam laporan James Loundon di Bogor, bulan Mei 1873, menyebutkan bahwa saat mengetahui Jenderal Kohler mati, maka saya (red. Loundon) mengangkat Jenderal Verspijck menjadi Kepala Staf Armada. Sementara para komisaris Pemerintah Belanda urusan Aceh mulai mempertimbangkan untuk berhenti bertempur dengan Aceh, dan mencari alasan yang tepat atas penarikan pasukan  untuk dilaporkan ke Pemerintah di Belanda.

Salah satu alasan yang dibuat-buat adalah musim penghujan sudah tiba dan menghambat hubungan antara daratan dengan tempat-tempat kapal berlabuh. Dengan tidak adanya hubungan pasokan dari kapal utama ke para prajurit Belanda di darat, maka sudah tepat untuk kembali ke Batavia dan menunggu cuaca yang mendukung, sekaligus mencari dana dan kekuatan yang lebih besar. Sebab, agresi pertama ini Belanda mengalami kerugian besar.

James Loudon (source: Wikipedia)

Walaupun James Loundon mengucapkan “selamat datang kembali (kepada armada agresi pertama) di tengah-tengah kami semua....”, yang pada akhirnya ia pun berhenti (dipecat) atas kegagalan ini.

Dalam laporannya juga disebutkan bahwa, para prajurit Belanda berbahagia, sebab pejuang-pejuang Aceh tidak menembak kapal-kapal dengan meriam yang dimiliki. Hingga saat berlayar kembali, semuanya tampak kondisi tenang dan kondusif, walaupun gejolak keduanya tidak dapat dibendung.

Tentu saja masih banyak pertanyaan yang harus diuraikan tentang teknik dan strategi orang Aceh berperang, apakah membiarkan musuh yang telah merusak tatanan di Aceh dibiarkan pergi, atau memang kondisi Aceh yang tidak memiliki persenjataan besar lagi, seperti meriam untuk membantai kapal-kapal Belanda yang bersandar di perairan Aceh.
Penjelasan tentang Perang Aceh dengan Belanda tertera di bagian ruang di Museum Bronbeek, Belanda. Photo: Hermankhan

Namun, amatan saya juga melihat duka mendalam bagi para pejuang Aceh, selain mesjid terbakar akibat meriam bola api, juga syahidnya Imam mesjid raya (anonim). Syahidnya sang Imam Mesjid Raya Baiturrahmah terekam jelas pada catatan di dalam Mushaf Aceh yang kini disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden.

Baca juga tentang Mushaf Mesjid Raya Baiturrahman: Darah Imam di Mushaf Mesjid Raya Baiturrahman


*Rujukan dari berbagai sumber  

0 comments:

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top